Wednesday, June 17, 2009

Jangan ada Siti-Siti Lagi

Berita memilukan itu datang lagi dari Malaysia. Seorang pembantu rumah tangga (PRT) dari Indonesia, Siti Hajar, dihajar dan disiksa selama tiga tahun. Bukan hanya itu, gaji selama menjadi pembantu itu juga tidak diberikan. Selama itu pula dia hanya makan nasi tanpa lauk.

Itulah derita Siti, tenaga kerja indonesia (TKI) asal Garut yang mencoba mencari nafkah di negeri orang. Selama tiga tahun dijalaninya, bukannya kesejahteraan yang diperoleh, tetapi justru penyiksaan yang diperoleh, penyiksaan yang sudah diluar batas kemanusiaan.

Kasus Siti ini mungkin yang ke sekian ribu dari daftar penyiksaan pembantu rumah tangga di Malaysia. Tidak menutup kemungkinan sekarang ini, ketika sebagian orang bersiap pesta demokrasi, ada warga kita yang masih disiksa, dan disekap di negeri jiran itu.

Tipikal perlakuan PRT di Malaysia ada tiga macam, yakni penyiksaan, tidak dibayar gajinya, dan yang paling parah diperkosa. Penyiksaan dan tidak dibayar gaji merupakan kasus yang sering terjadi. Ini juga kadang terjadi di Singapura dan cukup banyak terjadi di kawasan Arab.

Perlakuan berbeda di Hongkong dan Taiwan. Di kedua negara itu hampir tidak pernah terdengar berita PRT tak dibayar, disiksa, apalagi diperkosa. Justru masyarakat di kedua negara itu sangat menghargai keberadaan PRT, selain gaji yang tinggi mereka pun diberi hak hari libur, tiap hari Ahad.

Dihargainya PRT di Hongkong tidak lepas dari ketegasan Pemerintah mereka yang memperlakukan PRT sebagaimana pekerja lainnya. Pemerintah merekapun sangat tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan majikan, tidak pandang bulu. Itu yang membuat masyarakat mereka tidak berani macam-macam.

Semestinya negara-negara di kawasan Arab, dan terutama Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga bisa melakukan hal serupa. Pemerintah mereka harus peduli dengan nasib manusia, entah dia bekerja sebagai PRT atau yang lain. Sejauh ini belum terlihat kesungguhan dari mereka dalam memanusiakan PRT ini.

Di sisi lain, Pemerintah perlu lebih serius mengatasi masalah seperti ini. Langkah yang dilakukan dalam mengatasi kasus Siti sekarang ini sudah cukup baik dibanding sebelumnya. Tapi harapannya ini bukan langkah politis menjelang pilpres, karena Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono pun menyempatkan diri menelpon Siti.

Sistem pengawasan atau monitoring tentang para PRT juga perlu dibangun secara lebih efektif dan menyeluruh, agar jika terjadi penyiksaan seperti Siti, tidak harus menunggu tiga tahun untuk bisa ketahuan. Perlindungan terhadap WNI di luar negeri harus lebih ditegakkan, siapapun mereka, apapun profesinya.

Selain itu perlu dipikirkan penyetopan pengiriman PRT untuk Malaysia atau negara-negara dimana PRT kita sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari majikan mereka. Kalau pun mengirim, pilih negara-negara yang memiliki catatan baik dalam memperlakukan para pembantu.

Kita tidak ingin lagi terjadi penyiksaan dan pelecehan WNI kita yang bekerja di luar negeri. Kita tidak ingin ada Siti-siti yang lain yang menderita di negeri asing demi menghidupi keluarganya di tanah air.

Dimuat di tajuk Republika edisi 13 Juni 2009

No comments:

Post a Comment