Friday, February 5, 2010

Gaji Pejabat

Baru saja terjadi kemarin. Seorang bapak bunuh diri karena stres tidak mampu memberi makan keluarganya. Dua anaknya yang dia ‘ajak’ bunuh diri dengan diberi makanan beracun, bisa diselamatkan. Kasus serupa nyaris terjadi hampir setiap bulan yang intinya bunuh diri karena tak kuat menahan derita kehidupan.

Bunuh diri jelas tidak diperbolehkan agama. Tapi jika kita melihat penyebab bunuh diri seperti bapak dua anak itu, rasanya miris. Betapa kemiskinan telah menjerat kehidupan masyarakat, sehingga untuk sekedar hidup pun mereka tidak mampu bertahan.

Presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat negara yang lain barangkali tidak tahu detil tentang nasib bapak yang bunuh diri itu. Tapi setidaknya para petinggi negera itu tahu betul bahwa di Indonesia ini masih ada 34 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pertanyaannya adalah ketika masih begitu banyak masyarakat yang hidup miskin, kenapa justru subsidi yang berkaitan dengan kehidupan mereka dipangkas. Ironisnya lagi, hasil dari pemangkasan subsidi untuk rakyat miskin itu dialokasikan untuk kenaikan gaji pegawai negeri dan pejabat negara.

Sebagaimana dimuat di harian ini, anggaran gaji untuk pegawai negeri, polisi, dan TNI, serta pejabat negara naik dari Rp 132 triliun pada 2009 menjadi Rp 158 triliun pada 2010. Khusus gaji pejabat negara persentase kenaikan lima persen. Dan jangan lupa bahwa untuk pejabat negara, mereka baru saja menerima fasilitas mobil mewah seharga Rp 1,3 miliar.

Sebaliknya subsidi untuk rakyat diam-diam dipangkas. Subsidi pangan yang sebagian untuk raskin misalnya turun dari Rp 12,98 triliun ke Rp 11,3 triliun. Subsidi pupuk yang sangat dibutuhkan petani turun dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 14,7 triliun. Subsisi obat generik yang diperuntukkan rakyat miskin semula Rp 350 miliar, dihilangkan sama sekali.

Jika dilihat dari penerimaan gaji sekarang, seperti menteri memang tidak besar-besar amat. Tapi perlu diketahui fasilitas yang mereka terima sangat luar biasa. Entah dicarikan dari pos anggaran apa, tapi jika melihat gaya hidup menteri rasanya tidak mungkin dari gaji total mereka yang Rp 18,6 juta. Honor sebagai anggota atau ketua tim tertentu sebagaimana dikatakan salah seorang menteri ternyata jauh lebih besar. Justru di sini dituntut transparansi dari pejabat negara.

Lagi pula, pekerjaan sebagai pejabat negara, seperti presiden dan menteri, adalah pekerjaan untuk negara yang menuntut pengorbanan. Sekali waktu ada yang membandingkan dengan gaji direktur badan usaha milik negara yang mencapai ratusan juta per bulan. Ini tentu beda, gaji pejabat diambil dari uang rakyat sementara badan usaha milik negara lewat persaingan pasar. Tapi yang jelas unsur pengabdian menjadi faktor utama ketika menjadi pejabat negara.

Alasan untuk mengurangi korupsi juga tidak relavan. Penyebab korupsi itu ada dua, yakni kekurangan atau kerakusan. Gaji yang ada sekarang berikut fasilitas tidak bisa dikatakan mereka kekurangan. Jadi kalau masih saja korupsi berarti karena kerakusan. Kalau dasarnya kerakusan, digaji berapapun akan tetap korupsi.

Kenaikan gaji bagi pejabat sebetulnya tidak masalah. Tapi perlu diingat dulu bahwa kondii rakyat masih sangat mengenaskan. Timing yang tepat perlu juga dipertimbangkan. Kalaupun gaji dinaikkan, jangan mengambil jatah dari subsidi pada rakyat miskin.

Apakah para pejabat itu bisa hidup nyaman dan makan enak, sementara rakyat yang dipimpinnya ada yang menderita busung lapar? Di sinilah kepekaan pejabat diuji. Jika melihat kegigihan mereka menaikan gaji, tampaknya mereka tidak lolos ujian kepekaan.

Dimuat di tajuk Republika 30 Januari 2010

No comments:

Post a Comment