Monday, January 5, 2009

Profesionalisme Penegak Hukum

Selama 2008, sebanyak 161 polisi dipecat dengan tidak hormat. Sementara ada 37 polisi lainnya yang melanggar etika diganjari dengan pemberhentian dengan hormat, dimutasi, dibina ulang, disuruh minta maaf, dan lain-lain. Ribuan polisi juga diberi sanksi karena melanggar disiplin.

Laporan akhir tahun Polri tersebut sedikti memberikan angin segar bagi penegakan hukum di Indonesia. Meskipun sebenarnya masih lebih banyak lagi aparat yang melakukan pelanggaran dan layak pecat, tapi setidaknya langkah itu menyiratkan pembenahan internal aparat kepolisian.

Jika kita bicara soal penegakan hukum, maka tegak tidaknya hukum tergantung dari bagaimana kualitas penegak hukumnya sendiri. Ada tiga pilar hukum yang menjadi tonggak tegaknya hukum yakni kepolisian, kejaksanaan, dan kehakiman. Pada merekalah hukum ini bersandar.

Bagaimana kualitas atau profesinalisme ketiga penegak hukum tersebut? Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita semua. Bukan rahasia lagi bahwa dalam perjalanan bangsa ini, profesionalisme para penagak hukum dipertanyakan. Mereka yang semestinya menjadi penegak hukum justru membengkokkan hukum itu sendiri.

Aparat kepolisian misalnya, berapa banyak mereka yang melakukan pelanggaran. Tak sedikit aparat polisi yang hidupnya berlimpah dengan harta, bahkan untuk mereka yang pangkatnya rendah sekalipun. Mereka melakukan korupsi, melakukan pemerasan, melakukan beking-bekingan, dll.

Berapa banyak jaksa yang bermain mata dengan orang-orang jahat. Kasus jaksa Urip Tri Gunawan membuktikan bahwa begitu banyak jaksa yang selama ini bukan menegakkan keadilan tetapi justru mempermainkan keadilan. Banyak kita jumpai jaksa di daerah yang hidupnya pun bergelimang dengan uang.

Tak beda pula dengan hakim. Sogok menyogok, suap menyuap merupakan menu sehari-hari sebagian besar hakim. Hakim menjadi pusat dari mafia peradilan yang mencoreng bangsa ini. Siapa yang mampu membayar tinggi, vonis pun akan dibuat ringan, bahkan kalau perlu bisa dibikin bebas.

Memang sejak dua-tiga tahun terakhir ini, berbagai permainan para penegak hukum ini dibongkar. Apalagi setelah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga baru ini mendobrak kebuntuan hukum yang selama ini terjadi. KPK ini pula yang kemudian menginspirasi tiga pilar hukum yang sebelumnya tak mampu berperan.

Kepolisian mencoba untuk terus berbenah. Selain melakukan pemecatan dan pemberian sanksi kepada oknum polisi, mereka juga mulai membabat habis aksi preman. Mereka juga membongkar jaringan narkoba dan perjudian yang sebelumnya justru dibekengi oleh orang-orang kepolisian.

Kejaksaan juga sudah mulai membersihkan diri. Beberapa jaksa yang bermasalah dipecat. Terakhir yang fenomenal adalah dipecatnya hakim Urip karena terbukti menerima suap. Sayangnya beberapa koleganya yang terkait masalah ini seperti Kemas Yahya Rahman dan M Salim hanya dihukum ringan berupa teguran tertulis.

Hakim yang selama ini menjadi pusat mafia peradilan tak bisa lagi untuk tidak melakukan reformasi. Apalagi setelah ada Komisi Yudisial yang memiliki peran besar untuk menilai kinerja seorang hakim. Beberapa hakim sudh dipecat karena mereka melakukan pemerasan dan menerima suap.

Kita berharap angin segar reformasi tiga pilar penegak hukum ini tidak terhenti. Profesionalisme penegak hukum harus terus ditingkatkan, termasuk dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada mereka yang melanggar hukum.

Dimuat di tajuk Republika edisi 31 Desember 2008

No comments:

Post a Comment