Thursday, April 2, 2009

Cadangan Devisa Lampu Kuning

Cadangan devisa Indonesia berada di zona lampu kuning. Benarkan begitu? Boleh jadi seperti itulah kenyataannya.

Saat ini cadangan devisa kita sekitar 53,9 miliar dolar, memang cukup aman karena setara dengan empat bulan impor. Tapi problemnya adalah pada tahun ini utang swasta yang jatuh tempo mencapai 22,6 miliar dolar, atau nyaris separuh dari total cadangan devisa.

Sebagian dari utang swasta tersebut memang utang kepada perusahaan induk dan afiliasinya, sehingga jika perusahaan induk masih memiliki dana untuk meminjamkan lagi, selesai persoalan. Tapi masalahnya, perusahaan induk pun sedang mengalami krisis, sehingga kemungkinan bagi mereka untuk tidak memberikan lagi pinjaman sangat besar,

Apa yang terjadi jika kemudian swasta berbondong-bondong memborong dolar dan kemudian 'mengekspor' dolar itu untuk membayar utang, sudah pasti cadangan devisa akan terkuras. Cadangan devisa yang susah payah diperoleh itu akan lari begitu saja ketika swasta membutuhkan dana.

Dan bukan itu saja. Pemerintah juga memiliki utang luar negeri yang juga jatuh tempo pada tahun ini Rp 73,18 triliun atau sekitar 6,1 miliar dolar. Sehinga total utang luar negeri (swasta dan pemerintah) yang harus dibayar tahun ini mencapai 28,7 miliar dolar, lebih dari separoh cadangan devisa kita.

Parahnya lagi, ketika ekonomi dunia suram seperti sekarang ini, ekspor Indonesia keluar negeri anjlok. Pada Januari, nilai ekspor kita turun 17,7 persen atau setara 1,54 miliar dolar. Bahkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memperkirakan nilai ekspor pada 2009 ini akan turun 40 persen dibanding sebelumnya.

Memang, dalam neraca perdagangan kita tahun ini masih bisa surplus karena selain ekspor turun, nilai impor juga merosot. Tapi surplus akan menurun tajam. Pada 2008 saja, surplus perdagangan merosot jauh dibandingkan pada 2007. Jika surplus turun, maka cadangan devisa yang masuk ke kantong Bank Indonesia juga menurun.

Dalam tiga-empat bulan terakhir ini, cadangan devisa mengalami penurunan yang signifikan. Posisi cadangan devisa tertinggi sekitar 56 miliar dolar. Tapi jumlah tersebut terus menyusut karena sebagian dipakai BI untuk intervensi ke pasar akibat melemahnya rupiah.

Posisi cadangan devisa kemudian menyentuh di posisi 51,6 miliar dolar. Kemudian posisi tersebut kembali naik. Sayangnya kenaikan itu semu, karena naiknya cadangan devisa ke posisi 54-an miliar dolar itu lantaran Pemerintah baru saja mengeluarkan Global Bond (obligasi global). Begitu obligasi laku, dolar mengalir ke Indonesia, cadangan devisa pun terdongkrak.

Bahwa melalui mekanisme Forum ASEAN+3 itu Indonesia memiliki dana siap pakai sejumlah 13,68 miliar dolar itu betul. Tapi dana itu sendiri baru bisa cair jika cadangan devisa Indonesia turun sampai 10 miliar dolar. Dalam kondisi penurunan drastis seperti itu, tentu akan menggoncang nilai tukar rupiah.

Tingginya jumlah jatuh tempo utang asing yang harus dibayar memang bukan saja menguras cadangan devisa, tetapi juga akan berpengaruh terhadap kurs rupiah. Logikanya ketika mereka memborong dolar, maka harga dolar akan naik, sehingga otomatis rupiah turun. Saat ini saja, depresiasi rupiah sudah sekitar 25 persen, bagaimana nanti jika perminataan dolar melonjak.

Lampu kuning cadangan devisa ini harus diwaspadai. BI harus terus memantau kebutuhan dolar agar tidak terjadi kepanikan di pasar uang. Jika mungkin usahakan agar perusahaan induk yang memberi utang itu bisa memperpanjang masa pinajman. Tapi yang jelas, ke depan jangan sampai kondisi seperti ini terulang. Kalau perlu batasi utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.@

Dimuat di tajuk Republika edisi 20 Maret 2009

No comments:

Post a Comment