Debat terbuka antara calon presiden Prabowo Subianto dan Joko
Widodo tadi malam (15/6/14) terasa lebih hidup dibanding debat sebelumnya.
Topiknya juga menarik, yakni mengenai ekonomi dan kesejahteraan. Ini memang
menyangkut persoalan mendasar yang ada di negera kita sekarang, manakala
pertumbuhan ekonomi terus melaju, tetapi kesejahteraan semakin timpang.
Siapa yang memenangkan debat tersebut? Masing-masing pihak
mengkalim jagonya yang bagus. Dari kubu Prabowo ada yang mengatakan skor 5-1,
dimana Prabowo hanya kalah sewaktu tanya jawab. Begitu pula di kubu Jokowi,
skor tak jauh dari itu, mereka yang semangat mengatakan 6-0. Sementara yang
belum memutuskan pilihan angkanya bergerak di kisaran 4-2 dan 3-3.
Lepas dari berapa skor antarkedua capres, salah satu yag
menarik dalam debat itu adalah kesamaan visi untuk membangun ekonomi kerakyatan
dan memberikan ruang bagi keadilan ekonomi. Dua hal yang saat ini masih
menggantung sebagai harapan karena keberpihakan pemerintah masih rendah.
Kesamaan visi juga ada pada kemandirian ekonomi.
Prabowo sebagai capres dengan nomor urut 1 akan memperkuat
ekonomi rakyat sebagai basis pertumbuhan dengan menggerakkan koperasi dan usaha
kecil secara lebih masif. Sektor pertanian dimana sebagian besar masyarakat
miskin bermukim juga menjadi prioritas yang dicerminkan dengan programnya
membuka dua juta lahan pertanian.
Secara prinsip, Prabowo ingin mengalokasikan dana dari pusat
ke daerah dalam jumlah yang besar. Termasuk dengen menggelontorkan dana Rp 1
miliar per desa. Bahwa program itu sudah ada dalam undang-undang, Prabowo
mengakuinya, sehingga apa yang dikatakan itu tak lebih hanya memastikan bahwa
apa yang diperjuangkan itu tidak akan dikhianati.
Penggelontoran dana ke daerah dalam jumlah besar juga akan
diusahakan dari penekanan terhadap kebocoran anggaran yang selama ini banyak
terjadi. Perkiraan Prabowo ada Rp 1.000 triliiun pendapatn pemerintah yang bocor,
sehingga kalau itu bisa diatasi, bukan persoalan sulit untuk menambah dana ke
daerah aar ekonomi daerah semakin bangkit.
Sementara Jokowi sebagai capres nomor urut 2, keberpihakan
terhadap ekonomi rakyat akan diujudkan dengan pembangunan pasar tradisional
yang moderen dan pengelolaan pedagang kaki lima. Sejauh ini, ketika menjadi
walikota Solo maupun gubernur DKI Jakarta, kedua hal itu sudah praktekkan Jokowi.
Kondisi itu akan ditularkan ke seluruh Indonesia jika terpilih menjadi
presiden.
Tapi menurut Jokowi, basis untuk menyelamatkan masyarakat
dari kemiskinan bukan hanya memberikan ruang bag usaha kecil, tetapi juga dari
kondisi daasar masyarakat yakni kesehatan dan pendidikan. Karena itulah apa
yang sudah dijalankan di Solo dan DKI Jakarta untuk kartu sehat dan kartu
pintar, akan juga disebarkan di seluruah Indonesia.
Ekonomi kreatif juga akan menjadi perhatian Jokowi. Selain
dapat merangsang daerah-daerah yang memiliki keunggulan produk kreatif,
bangkitnya ekonomi kreatif ini juga mencerminkan bangkitnya kaum muda.
Alasannya, mereka yang bergerak dalam ekonomi kreatif ini adalah kebanyakan anak-anak
muda umur 25-30 tahun.
Untuk kemandirian ekonomi, kedua calon peduli terhadap
penguatan pebisnis lokal tanpa harus menutup pintu bagi investor asing.
Indonsesia yang masuk dalam puasaran ekonomi gobal tidak mungkin menghindari
masuknya investor asing. Hanya saja, selama ini kehadiran investor asing tak
sedikit yang merugikan negara dengan menyedot kekayaan sumber daya alam kita.
Prabowo berkali-kali menekankan bahwa kekayaan Indonesia
sudah teralu banyak yang tersedot oleh asing. Defisit neraca perdagangan dan
defisit anggaran salah satunya karena kekayaan kita disedot asing. Untuk itu
dia bertekad akan merenegosiasi kontrak-kontrak yang merugikan neara. Di sini pemimpin
negara harus berani mengambil risiko.
Jokowi tidak banyak berbeda. Ketika masalah renegosiasi ini
ditanyakan Prabowo ke Jokowi, jawaban Jokowi sama dengan Prabowo, siap untuk
merenegosiasi konrak-kontra yang merugikan. Sementara untuk kontak yang tingkat
kerugiannya masih bisa ditolelir akan dibiarkan dulu sampai perjanjian kotrak
habis.
Banyak hal yang belum terkupas dalam debat yang hanya
berlangsung dua jam tersebut. Tapi setidaknya apa yang telah mereka janjikan
bisa dijalankan jiak salah satu dari keduanya menjadi presiden. Banyak yang
berkeyakinan bahwa, siapapun presiden yang terilih, ekonomi kita akan lebih
baik dibanding sekarang.
Anif Punto Utomo
Direktur Indostrategic Economic Intelligence
No comments:
Post a Comment