Mudik lebaran 2014 relatif
sudah berakhir dengan puncak arus balik Sabtu-Ahad pekan lalu. Jutaan warga
Jakarta, Depok, Bogor, Tengerang, Bekasi (Jadebotabek) telah kembali ke rumah
masing-masing, bersiap menyambut rutinitas.
Mudik memang ada
kenikmatan tersendiri. Bagi mereka yang tidak berasal dari kampung dan tidak
merasakan nikmanya mudik, selalu berpikir mengapa orang-orang itu mau
berhari-hari dijalan hanya untuk pulang kampung. Tak peduli mereka naik mobil
atau motor, semua terkena kemacetan sampai belasan kilometer.
Kemacetan saat mudik sudah
berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Dan semakin lama kemacetan semakin parah
karena jumlah pemudik bertambah luar biasa. Tahun ini sekitar 1,4 juta mobil dan
hampir dua juta motor memenuhi jalur mudik. Fenomena mudik bermotor sendiri muncul
sepuluh tahun terakhir ini, dan seketika menjadi moda transportasi favorit
pemudik.
Pemerintah tampaknya tidak
berbuat banyak dalam mengantisipasi pemudik. Akibatnya kemacetan semakin tidak
terkendali. Logis saja, jumah kendaraan pemudik semakin banyak sementara jalan
yang tersedia tidak banyak bertambah, itu pun masih banyak yang rusak. Tampak
bahwa pemerintah abai terhadap pembangunan infrastuktur jalan.
Menghapus kemacetan di
musim lebaran memang tidak mungkin, tetapi mengurangi kemacetan bukan hal yang
mustahil dan memang harus dilakukan. Apalagi kemacetan sekarang bukan hanya di
jalur mudik klasik dari Jakarta menuju Jawa Tengah, tetapi juga ada lintasan di
Jawa Timur. Menurunkan kemacetan juga penting karena secara tidak langsung akan
mengurangi kecelakaan.
Beberapa hal yang bsia
dilakukan untuk mengurangi kemacetan adalah, Pertama membangun jembatan layang pada persimpangan jalan, persimpangan
dengan rel kereta api, atau jalan yang melintas pasar.
Tak sedikit kemacetan yang
disebabkan persimpangan jalan, contoh paling klasik adalah Simpang Jomin di
Cikampek. Setiap tahun persimpangan ini selalu menjadi momok kemacetan, karena
arus dari Pamanukan ke Cikampk bertemu dengan kendaraan dari tol menuju Pamanukan.
Harusnya dibuat jalang layang dari arah tol dari arah tol menuju ke Pamanukan
agar tidak terjadi cross.
Jalan layang menyeberang
rel kereta juga perlu di Pejagan karena kendaraan yang keluar tol Pejagan
mengarah ke Brebes terhambat di lintasan kereta. Jalan layang lintas rel juga
perlu dibangun di wilayah Jawa Timur, khususnya jalur Caruban-Nganjuk. Jarak
dua kota yang hanya 29 km itu bisa tersendat tiga sampai empat jam karena
terlalu banyak lintasan kereta. Begitu pula jalan layang yang melintas pasar
sebagaimana yang sudah ada di Pamanukan.
Kedua, pembangunan dua lajur untuk jalur utama. Salah satu penyebab kemacetan
adalah jalan yang hanya satu lajur padahal daerah itu menjadi jalur utama. Jalan
Pantura sudah dua jalur, tetapi di selatan belum, seharusnya dari Bandung
sampai Yogyakarta sudah dua lajur, bahkan terus sampai Jombang. Sejauh ini baru
Jogja-Solo yang sudah dua jalur.
Jika perlu, seluruh jalan
yang menjadi lintasan pemudik dibuat dua lajur, termasuk jalur alternatif utama,
karena jika seluruh jaringan jalan utama macet, jalan alternatif menjadi
tumpuan. Ketika kondisi jalan tidak memadai, kemacetan menghadang. Bahkan
sering kali jalan alternatif utama seperti di Prupuk dan Bumiayu kemacetannya
lebih parah dibanding jalur utama. Begitu pula jalur Sadang-Subang-Cikamurang
yang tidak mampu menahan limpahan kendaraan.
Ketiga, jalan lingkar luar. Titik-titik kemacetan sering terjadi ketika masuk
kota, seperti masuk Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang. Sudah seharusnya jalur
utama tidak masuk melewati kota tetapi dibuatkan jalur lingkar luar agar kemacetan
bisa terurai dalam kota bisa terurai. Jalur lingkar luar ini terbukti efektif
mengatasi kemacetan di Pemalang dan Weleri.
Keempat, perbaikan yang sempurna pada jalur alternatif, termasuk jalur
alternatif yang bukan alternatif utama. Misalnya jalan dari Temanggung-Weleri
yang menjadi jalan pintas dari Pekalongan ke Yogyakarta. Tak sedikit jalur
alternatif yang kondisi jalan tidak nyaman, kalaupun ada perbaikan hanya tambal
sulam yang jika kena hujan sedikit saja sudah kembali rusak.
Kelima, penyelesaian jalan tol. Jika saja jalan tol dari Cikapmek-Palimanan yang
terbenkelai sejak sewindu silam itu sudah selesai, niscaya kemacetan di Pantura
maupun jalur tengah bisa berkurang drastis. Bersyukur ketika Menko Ekonomi
Chairul Tanjung memantau kemacetan dari helokopter langsung memerintahkan agar
jalan tol itu harus sudah digunakan lebaran tahun depan.
Tol yang juga mendesak
adalah Pejagan-Pemalang, karena selama ini tol Pejagan ini menjadi salah satu titik
kemacetan terparah, karena pintu keluarnya yang kecil dan langsung dihadang
dengan lintasan kereta. Di Jawa Timur, tol Surabaya-Mojokerto-Jombang juga
perlu segera direalisasi, karena di situ juga menjadi titik kemacetan, begitu
juga Surabaya-Malang.
Pembangunan jalan layang bisa
dilakukan dalam tahun ini karena tidak banyak lahan yang harus dibebaskan.
Begitu juga perbaikan sempurna jalur alternatif. Untuk pembuatan dua jalur,
jalur lingkar, dan tol, meskipun harus membebaskan tanah, harusnya juga
dipercepat, karena ini untuk kepentingan umum.
Lantas dari mana dananya? Diluar
jalan tol, semuanya dibiayai APBN. Ini tidak sulit, tinggal bagaimana
mengalokasikan anggaran secara tepat. Misalnya harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 saja per liter maka, akan ada penghematan Rp 46
triliun (asumsi kuota BBM bersubsidi 46 juta kiloliter). Jumlah yang sanat
cukup untuk membangun infrastuktur jalan.
Jika kemacetan bisa
ditekan, angka kecelakaan pun bisa turun. Dalam arus mudik 2014, dari H-7
sampai H+3 tercatat 3.815 kendaraan terlibat kecelakaan meliputi 2.743 sepeda
motor, 435 mobil pribadi, 300 bus, dan 337 angkutan barang. Korban meninggal
sebanyak 515 jiwa. Salah satu penyebab kecelakaan adalah karena capek dan
mengantuk yang diakibatkan oleh kemacetan yang melelahkan.
Penyelesaian kemacetan
dengan mengatasi transportasi darat tentau saja tidak cukup. Yang masih terbuka
untuk dioptimalkan adalah transportasi laut. Setidaknya bisa diawali dengan
angkutan gratis untuk sepeda motor dan penumpangnya dengan titik drop di
Cirebon, Tegal, Pekalongan dan Semarang. Ini akan mengurangi jumlah pemudik
motor. Sosialisasi sejak dini perlu dilakukan agar masyarakat berpartisipasi.
Kita berharap pemerintah
lebih serius menangani arus mudik. Korban jiwa ratusan orang yang selalu
terjadi dalam arus mudik, hendaknya menjadi pembelajaran bagi pemerintah agar
lebih serius menata infrastruktur jalan secara lebih memadai. Semoga tahun
depan tidak ada lagi korban kecelakaan karena pengendara kelelahan terjebak
kemacetan yang panjang. @
Anif Punto Utomo, Direktur Indostrategic
Economic Intelligence
No comments:
Post a Comment