Wednesday, August 27, 2014

Belajar dari Kemacetan Mudik

Mudik lebaran 2014 relatif sudah berakhir dengan puncak arus balik Sabtu-Ahad pekan lalu. Jutaan warga Jakarta, Depok, Bogor, Tengerang, Bekasi (Jadebotabek) telah kembali ke rumah masing-masing, bersiap menyambut rutinitas.

Mudik memang ada kenikmatan tersendiri. Bagi mereka yang tidak berasal dari kampung dan tidak merasakan nikmanya mudik, selalu berpikir mengapa orang-orang itu mau berhari-hari dijalan hanya untuk pulang kampung. Tak peduli mereka naik mobil atau motor, semua terkena kemacetan sampai belasan kilometer.

Kemacetan saat mudik sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Dan semakin lama kemacetan semakin parah karena jumlah pemudik bertambah luar biasa. Tahun ini sekitar 1,4 juta mobil dan hampir dua juta motor memenuhi jalur mudik. Fenomena mudik bermotor sendiri muncul sepuluh tahun terakhir ini, dan seketika menjadi moda transportasi favorit pemudik.

Pemerintah tampaknya tidak berbuat banyak dalam mengantisipasi pemudik. Akibatnya kemacetan semakin tidak terkendali. Logis saja, jumah kendaraan pemudik semakin banyak sementara jalan yang tersedia tidak banyak bertambah, itu pun masih banyak yang rusak. Tampak bahwa pemerintah abai terhadap pembangunan infrastuktur jalan.

Menghapus kemacetan di musim lebaran memang tidak mungkin, tetapi mengurangi kemacetan bukan hal yang mustahil dan memang harus dilakukan. Apalagi kemacetan sekarang bukan hanya di jalur mudik klasik dari Jakarta menuju Jawa Tengah, tetapi juga ada lintasan di Jawa Timur. Menurunkan kemacetan juga penting karena secara tidak langsung akan mengurangi kecelakaan.

Beberapa hal yang bsia dilakukan untuk mengurangi kemacetan adalah, Pertama membangun jembatan layang pada persimpangan jalan, persimpangan dengan rel kereta api, atau jalan yang melintas pasar.
Tak sedikit kemacetan yang disebabkan persimpangan jalan, contoh paling klasik adalah Simpang Jomin di Cikampek. Setiap tahun persimpangan ini selalu menjadi momok kemacetan, karena arus dari Pamanukan ke Cikampk bertemu dengan kendaraan dari tol menuju Pamanukan. Harusnya dibuat jalang layang dari arah tol dari arah tol menuju ke Pamanukan agar tidak terjadi cross.

Jalan layang menyeberang rel kereta juga perlu di Pejagan karena kendaraan yang keluar tol Pejagan mengarah ke Brebes terhambat di lintasan kereta. Jalan layang lintas rel juga perlu dibangun di wilayah Jawa Timur, khususnya jalur Caruban-Nganjuk. Jarak dua kota yang hanya 29 km itu bisa tersendat tiga sampai empat jam karena terlalu banyak lintasan kereta. Begitu pula jalan layang yang melintas pasar sebagaimana yang sudah ada di Pamanukan.

Kedua, pembangunan dua lajur untuk jalur utama. Salah satu penyebab kemacetan adalah jalan yang hanya satu lajur padahal daerah itu menjadi jalur utama. Jalan Pantura sudah dua jalur, tetapi di selatan belum, seharusnya dari Bandung sampai Yogyakarta sudah dua lajur, bahkan terus sampai Jombang. Sejauh ini baru Jogja-Solo yang sudah dua jalur.

Jika perlu, seluruh jalan yang menjadi lintasan pemudik dibuat dua lajur, termasuk jalur alternatif utama, karena jika seluruh jaringan jalan utama macet, jalan alternatif menjadi tumpuan. Ketika kondisi jalan tidak memadai, kemacetan menghadang. Bahkan sering kali jalan alternatif utama seperti di Prupuk dan Bumiayu kemacetannya lebih parah dibanding jalur utama. Begitu pula jalur Sadang-Subang-Cikamurang yang tidak mampu menahan limpahan kendaraan.

Ketiga, jalan lingkar luar. Titik-titik kemacetan sering terjadi ketika masuk kota, seperti masuk Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang. Sudah seharusnya jalur utama tidak masuk melewati kota tetapi dibuatkan jalur lingkar luar agar kemacetan bisa terurai dalam kota bisa terurai. Jalur lingkar luar ini terbukti efektif mengatasi kemacetan di Pemalang dan Weleri.

Keempat, perbaikan yang sempurna pada jalur alternatif, termasuk jalur alternatif yang bukan alternatif utama. Misalnya jalan dari Temanggung-Weleri yang menjadi jalan pintas dari Pekalongan ke Yogyakarta. Tak sedikit jalur alternatif yang kondisi jalan tidak nyaman, kalaupun ada perbaikan hanya tambal sulam yang jika kena hujan sedikit saja sudah kembali rusak.

Kelima, penyelesaian jalan tol. Jika saja jalan tol dari Cikapmek-Palimanan yang terbenkelai sejak sewindu silam itu sudah selesai, niscaya kemacetan di Pantura maupun jalur tengah bisa berkurang drastis. Bersyukur ketika Menko Ekonomi Chairul Tanjung memantau kemacetan dari helokopter langsung memerintahkan agar jalan tol itu harus sudah digunakan lebaran tahun depan.

Tol yang juga mendesak adalah Pejagan-Pemalang, karena selama ini tol Pejagan ini menjadi salah satu titik kemacetan terparah, karena pintu keluarnya yang kecil dan langsung dihadang dengan lintasan kereta. Di Jawa Timur, tol Surabaya-Mojokerto-Jombang juga perlu segera direalisasi, karena di situ juga menjadi titik kemacetan, begitu juga Surabaya-Malang.

Pembangunan jalan layang bisa dilakukan dalam tahun ini karena tidak banyak lahan yang harus dibebaskan. Begitu juga perbaikan sempurna jalur alternatif. Untuk pembuatan dua jalur, jalur lingkar, dan tol, meskipun harus membebaskan tanah, harusnya juga dipercepat, karena ini untuk kepentingan umum.

Lantas dari mana dananya? Diluar jalan tol, semuanya dibiayai APBN. Ini tidak sulit, tinggal bagaimana mengalokasikan anggaran secara tepat. Misalnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 saja per liter maka, akan ada penghematan Rp 46 triliun (asumsi kuota BBM bersubsidi 46 juta kiloliter). Jumlah yang sanat cukup untuk membangun infrastuktur jalan.

Jika kemacetan bisa ditekan, angka kecelakaan pun bisa turun. Dalam arus mudik 2014, dari H-7 sampai H+3 tercatat 3.815 kendaraan terlibat kecelakaan meliputi 2.743 sepeda motor, 435 mobil pribadi, 300 bus, dan 337 angkutan barang. Korban meninggal sebanyak 515 jiwa. Salah satu penyebab kecelakaan adalah karena capek dan mengantuk yang diakibatkan oleh kemacetan yang melelahkan.

Penyelesaian kemacetan dengan mengatasi transportasi darat tentau saja tidak cukup. Yang masih terbuka untuk dioptimalkan adalah transportasi laut. Setidaknya bisa diawali dengan angkutan gratis untuk sepeda motor dan penumpangnya dengan titik drop di Cirebon, Tegal, Pekalongan dan Semarang. Ini akan mengurangi jumlah pemudik motor. Sosialisasi sejak dini perlu dilakukan agar masyarakat berpartisipasi.

Kita berharap pemerintah lebih serius menangani arus mudik. Korban jiwa ratusan orang yang selalu terjadi dalam arus mudik, hendaknya menjadi pembelajaran bagi pemerintah agar lebih serius menata infrastruktur jalan secara lebih memadai. Semoga tahun depan tidak ada lagi korban kecelakaan karena pengendara kelelahan terjebak kemacetan yang panjang. @


Anif Punto Utomo, Direktur Indostrategic Economic Intelligence

No comments:

Post a Comment