Thursday, October 16, 2008

Seleksi Hakim Agung

Dalam pekan ini sampai Kamis mendatang, DPR melakukan uji kompetensi dan kelayakan terhadap calon hakim agung. Ada 18 calon yang diajukan Komisi Yudisial (KY) untuk bersaing memperebutkan enam kursi kosong hakim agung yang ditinggal pensiun.

Dari daftar calon yang diajukan tersebut, enam merupakan calon dari jalur nonkarier, dan 12 lainnya berasal dari hakim karier. Khusus untuk hakim karier, menurut undang-undang, mereka setidaknya harus pernah menduduki kursi hakim 20 tahun dan minimal tiga tahun sebagai hakim tinggi.

Pemilihan hakim agung ini merupakan pemilihan yang sangat krusial dalam khazanah hukum di negeri ini. Karena, bagaimanapun, inilah benteng terakhir dari sebuah keputusan hukum. Jika di dalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten, maka pilar hukum yang mulai dibangun akan kembali hancur.

Untuk itu, hakim agung haruslah orang yang memiliki jiwa agung. Tidak mudah tergoda oleh apa pun, karena begitu tergoda berarti bukan penegakan hukum yang terjadi, melainkan pembengkokan hukum. Hakim agung juga harus steril dari kepentingan, baik kepentingan ekonomi maupun politik, bahkan juga kepentingan kekuasaan.

Hakim agung harus memiliki keluasan ilmu, terutama ilmu hukum. Juga keluasan pengetahuan, sehingga ketika memutuskan perkara, telah mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dengan masalah tersebut. Kematangan hidup dan kematangan berpikir menjadi syarat tersendiri.

Tidak mudah tentu saja mencari sosok hakim agung yang berperilaku agung tersebut. Tapi, bagaimanapun, harus dicari yang mendekati, seideal mungkin. Bangsa ini sudah sedemikian terpuruk karena selama Orde Baru dan awal reformasi silam pilar-pilar hukum sudah runtuh. Saatnya kini pilar itu dibangun kembali oleh orang-orang idealis.

Apakah dari 18 orang tersebut kelak akan ditemukan hakim agung yang ideal? Kita tunggu saja hasilnya. Jika ternyata yang terpilih tidak sampai enam orang, maka DPR akan meminta KY untuk mengirimkan lagi calon-calon hakim agung yang lain.

Tapi, selain yang dipilih, sebetulnya perlu dilihat juga kompetensi siapa yang memilih. Secara undang-undang, yang menentukan calon itu lolos atau tidak adalah anggota DPR, karena yang melakukan fit and proper test adalah para wakil rakyat tersebut. Nah, bagaimana kompetensi anggota DPR, ini jadi pertanyaan serius.

Apakah anggota DPR tersebut juga memiliki semangat idealisme yang sama. Apakah juga memiliki visi yang sama dalam bidang penegakan hukum. Dan, yang tak kalah pentingnya, apakah mereka steril dari berbagai kepentingan? Karena, dalam setahun terakhir ini kita menyaksikan banyak anggota DPR yang menjadi pesakitan.

Di luar itu, yang jelas keseriusan anggota DPR dari Komisi III yang menyeleksi calon hakim agung ini sangat rendah. Kita lihat saja, pada Senin silam, dari total 49 anggota komisi tersebut, yang datang melakukan tes calon hakim agung itu tak sampai separuh, hanya 21 orang, 27 lainnya tidak jelas keberadaannya.

DPR memiliki tanggung jawab besar dalam pemilihan hakim agung ini. Untuk itu, dengan mengesampingkan kompetensi, mereka harus serius menjalankan tugasnya. Jangan sampai uji kelayakan ini hanya sebagai mainan dan formalitas belaka. Apalagi justru jadi deal perkara hukum, karena ada anggota DPR yang masih menjalankan kantor pengacara. Kita tidak bisa main-main dalam menentukan nasib penegakan hukum di negeri ini.

Tajuk Republika edisi 15 September 2008

No comments:

Post a Comment