Kamis petang, pekan pertama bulan April 2012 itu rumah Anwar
Ibrahim ramai dipenuhi jamaah pengajian dan simpatisan. Mereka datang
dari berbagai kelas ekonomi, beragam kelas pendidikan, dan dari lintas profesi.
‘’Kita ini menganut pemikiran Muhammadiyah, tapi memakai
tradisi NU,’’ begitu seloroh Anwan Ibrahim ketika memberi sambutan dalam
pertemuan tersebut. Maksudnya, mereka memilik pemikiran modern seperti kaum Muhammadiyah
di Indonesia, tapi mereka juga melakukan pengajian dan zikir rutin tiap pekan sebagaimana
tradisi NU.
Rupanya memang tiap Kamis malam di rumah mantan wakil PM
Malaysia itu digelar pengajian dan dzikir bersama. Rumah yang cukup besar
dengan luas halaman sekitar 400 meter persegi itu dipenuhi lebih dari seratus orang. Tenda sederhana
terpasang di muka rumah. Jika masalah politik sedang hangat, dalam pengajian
tersebut juga dilakukan diskusi politik terutama jika akan dilakukan pemilihan
raya.
‘’Hari ini makanannya agak enak, karena kita kedatangan
tamu, pak Adi Sasono dan rekan-rekan dari Indonesia,’’ kata Anwar disambut
gerrr hadirin. Rombongan yang menyertai Adi Sasono diantaranya anggota DPR dari
PKS Fahri Hamzah, mantan Menneg BUMN Sugiharto, pengusaha Rahmat Ismail dan
Rifda Ammarina, tokoh koperasi Rahmat, pengusaha Aziz, dan motivator KaptenSar.
Kedatangan Adi di Malaysia atas undangan pemerintah Selangor
dengan acara pokok berdiskusi tentang kebangkitan Peradaban Melayu. Selangor
adalah Negara bagian terkaya di Malaysia yang menteri besar (gubernur) dipegang
oleh koalisi tiga partai oposisi yaknia Partai Keadilan Rakyat (yang didirikan
Anwar), Partai Islam Malaysia, dan Partai Aksi Demokratik. Boleh dibilang
Selangor adalah kawasan oposisi.
Anwar malam itu tampak rileks. Baju garis-garis biru lengan
panjang itu dilipat keatas dan dikeluarkan dari celana hitamnya. Tokoh oposisi
itu duduk bersebelahan dengan Adi di sofa, sementara sebagian besar peserta
pengajian duduk di karpet membentuk setengah lingkaran menghadap Anwar.
Meskipun wajahnya terlihat lebih tua dari usianya yang 65 tahun pada 10 Agustus
nanti , semangat perlawanan Anwar terhadap pemerintah Malaysia yang otoriter
tetap terlihat menyala.
Tak lupa Anwar sedikit menjelaskan situasi politik di
Malaysia. Dia ceritakan bahwa tekanan dan teror fisik terhadap partai oposisi
masih terus terjadi. Kemudian juga pemilu raya atau pemilihan umum di Malaysia
tidak pernah dikabarkan jauh hari sebelumnya. Selalu mendadak. ‘’Yang tahu
kapan ada pilihan raya hanya perdana menteri dan Tuhan,’’ katanya.
Mengenai dirinya sendiri, Anwar merasa bahwa pers di
Malaysia selalu memojokkan dia dan partai oposisi. ‘’Berita soal sodomi yang
berita fitnah terus dibesar-besarkan. Apa yang saya lakukan tidak ada yang baik
dimata pers Malaysia,’’ kata Anwar. Maklum saja, media di negeri jiran itu
dikontrol ketat pemerintah sebagaimana kita jaman Orde Baru. Berani melawan
pemerintah, bisa-bisa ditutup.
Nah terkait dengan pemberitaan buruk ini justru sebaliknya
yang terjadi di Indonesia. Di negeri kita justru pemerintah yang menjadi
bulan-bulan media. ‘’Jadi pak Anwar ini ada persamaannya dengan presiden SBY,
mereka sama-sama diserang media di negara masing-masing,’’ kata Adi Sasono yang
memberi sambutan setelah Anwar. Tapi
sebelum mik diserahkan ke Adi, Anwar sempat bergurau ‘’Kalau pidatonya bagus,
nanti pak Adi boleh makan..hahaha.’’
Suasana malam itu memang begitu cair. Aura perseteruan
Indonesia-Malaysia yang tersulut setiap ada pertandingan sepakbola, atau pun
emosi memuncak dari masyarakat Indonesia karena Malaysia mencuri warisan budaya
kita, tak muncul. Yang ada adalah aura persahabatan. Boleh jadi karena sikap
Anwar sangat positif terhadap Indonesia. Anwar sering membela Indonesia ketika
terjadi hubungan yang memanas antara masyarakat Indonesia dengan Malaysia,
sampai-sampai dia dituduh ‘antek’ Indonesia.
Anwar memang memiliki sejarah panjang dalam hubungannya
dengan Indonesia. Ketika mahasiswa dia menjadi aktivis Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia. Disitu dia sering
berdiskusi dengan pengurus HMI, tak heran kalau dia punya banyak sahabat
seperti Adi Sasono, Fahmi Idris, Jusuf Kalla, Amin Rais, dll. Bahkan Anwar
sempat mengikuti training pengkaderan HMI di Pekalongan.
Suasana bersahabat juga terlihat esok harinya pada acara Dialog
Serantau dengan Pemuda Partai Keadilan Rakyat. Suasana begitu rileks. Anwar
dalam sambutannya memuji proses reformasi di Indonesia yang menghasilkan
pemerintahan demokratis. Sementara Adi Sasono memuji perjuangan Anwar dalam
melawan kezaliman pemerintah yang berkuasa. ‘’Mental Anwar sudah teruji ketika
dia dipenjara,’’ kata Adi.
Peserta dialog tidak mempertanyakan hal-hal yang sensitif
yang terkait hubungan antara masyarakat Indonesia dengan Malaysia. Mereka lebih
menanyakan bagaimana proses reformasi di Indonesia, dan bagaimana pula Malaysia
bisa belajar dari Indonesia dalam menumbangkan rezim otoriter. Untuk pertanyaan
ini Adi menjawab ada yang bisa ditiru ada yang tidak. Kebebasan yang
dimanfaatkan secara kebabalasan misalnya, itu jangan ditiru.
Fahri Hamzah lain lagi. Kata dia, selama ini yang paling banyak
dikritik adalah orang Malaysia mengambil hak orang Indonesia seperti batik,
reog, lagu daerah, lagu rayuan pulau kelapa, dll. Masalahnya sebagian orang
Malaysia berasal dari Indonesia yang merasa memiliki budaya dan lagu itu.
Apakah banyak orang Indonesia di Malaysia, itu setidaknya
diakui oleh mantan Menneg BUMN Sugiarto. ‘’Saudara kandung ayah saya itu ada
tujuh orang, dari tujuh itu hanya ayah saya yang tinggal di Indonesia,
selebihnya di Malaysia sampai sekarang,’’ kata Sugiharto.
Setidaknya ada empat acara yang dijadwalkan untuk Adi Sasono
dan rombongan. Dari semua acara, suasana rileks sangat mendominasi. Joke-joke
ringan saling dilemparkan. Termasuk ketika dijamu oleh Menteri Besar (di
Indonesia disebut gubernur) Selangor Khalid Ibrahim, selain pembicaraan
mengenai strategi membangun peradaban Melayu, pembicaraan juga diwarnai gelak
tawa.
Dari kasus ini bisa
kita simpulkan bahwa jika para pemimpin saling bersahabat, rakyat juga akan
saling menghormati. Perseteruan yang kadang terjadi antara masyarakat Indonesia
dan Malaysia itu hanya letupan emosi yang muncul karena memudarnya rasa saling
menghormati sesama warga Melayu. Mestinya hubungan Indonesia-Malaysia bisa dibikin
serileks persahabatan Anwar dengan Adi Sasono dkk.@ anif punto utomo
No comments:
Post a Comment