Tuesday, July 17, 2012

Rileks Bersama Orang-orang Malaysia



Kamis petang, pekan pertama bulan April 2012 itu rumah Anwar Ibrahim ramai  dipenuhi  jamaah pengajian dan simpatisan. Mereka datang dari berbagai kelas ekonomi, beragam kelas pendidikan, dan dari lintas profesi.

‘’Kita ini menganut pemikiran Muhammadiyah, tapi memakai tradisi NU,’’ begitu seloroh Anwan Ibrahim ketika memberi sambutan dalam pertemuan tersebut. Maksudnya, mereka memilik pemikiran modern seperti kaum Muhammadiyah di Indonesia, tapi mereka juga melakukan pengajian dan zikir rutin tiap pekan sebagaimana tradisi NU.

Rupanya memang tiap Kamis malam di rumah mantan wakil PM Malaysia itu digelar pengajian dan dzikir bersama. Rumah yang cukup besar dengan luas halaman sekitar 400 meter persegi itu dipenuhi  lebih dari seratus orang. Tenda sederhana terpasang di muka rumah. Jika masalah politik sedang hangat, dalam pengajian tersebut juga dilakukan diskusi politik terutama jika akan dilakukan pemilihan raya.

‘’Hari ini makanannya agak enak, karena kita kedatangan tamu, pak Adi Sasono dan rekan-rekan dari Indonesia,’’ kata Anwar disambut gerrr hadirin. Rombongan yang menyertai Adi Sasono diantaranya anggota DPR dari PKS Fahri Hamzah, mantan Menneg BUMN Sugiharto, pengusaha Rahmat Ismail dan Rifda Ammarina, tokoh koperasi Rahmat, pengusaha Aziz, dan motivator KaptenSar.

Kedatangan Adi di Malaysia atas undangan pemerintah Selangor dengan acara pokok berdiskusi tentang kebangkitan Peradaban Melayu. Selangor adalah Negara bagian terkaya di Malaysia yang menteri besar (gubernur) dipegang oleh koalisi tiga partai oposisi yaknia Partai Keadilan Rakyat (yang didirikan Anwar), Partai Islam Malaysia, dan Partai Aksi Demokratik. Boleh dibilang Selangor adalah kawasan oposisi.

Anwar malam itu tampak rileks. Baju garis-garis biru lengan panjang itu dilipat keatas dan dikeluarkan dari celana hitamnya. Tokoh oposisi itu duduk bersebelahan dengan Adi di sofa, sementara sebagian besar peserta pengajian duduk di karpet membentuk setengah lingkaran menghadap Anwar. Meskipun wajahnya terlihat lebih tua dari usianya yang 65 tahun pada 10 Agustus nanti , semangat perlawanan Anwar terhadap pemerintah Malaysia yang otoriter tetap terlihat menyala.

Tak lupa Anwar sedikit menjelaskan situasi politik di Malaysia. Dia ceritakan bahwa tekanan dan teror fisik terhadap partai oposisi masih terus terjadi. Kemudian juga pemilu raya atau pemilihan umum di Malaysia tidak pernah dikabarkan jauh hari sebelumnya. Selalu mendadak. ‘’Yang tahu kapan ada pilihan raya hanya perdana menteri dan Tuhan,’’ katanya. 

Mengenai dirinya sendiri, Anwar merasa bahwa pers di Malaysia selalu memojokkan dia dan partai oposisi. ‘’Berita soal sodomi yang berita fitnah terus dibesar-besarkan. Apa yang saya lakukan tidak ada yang baik dimata pers Malaysia,’’ kata Anwar. Maklum saja, media di negeri jiran itu dikontrol ketat pemerintah sebagaimana kita jaman Orde Baru. Berani melawan pemerintah, bisa-bisa ditutup.

Nah terkait dengan pemberitaan buruk ini justru sebaliknya yang terjadi di Indonesia. Di negeri kita justru pemerintah yang menjadi bulan-bulan media. ‘’Jadi pak Anwar ini ada persamaannya dengan presiden SBY, mereka sama-sama diserang media di negara masing-masing,’’ kata Adi Sasono yang memberi sambutan setelah Anwar.  Tapi sebelum mik diserahkan ke Adi, Anwar sempat bergurau ‘’Kalau pidatonya bagus, nanti pak Adi boleh makan..hahaha.’’  

Suasana malam itu memang begitu cair. Aura perseteruan Indonesia-Malaysia yang tersulut setiap ada pertandingan sepakbola, atau pun emosi memuncak dari masyarakat Indonesia karena Malaysia mencuri warisan budaya kita, tak muncul. Yang ada adalah aura persahabatan. Boleh jadi karena sikap Anwar sangat positif terhadap Indonesia. Anwar sering membela Indonesia ketika terjadi hubungan yang memanas antara masyarakat Indonesia dengan Malaysia, sampai-sampai dia dituduh ‘antek’ Indonesia.

Anwar memang memiliki sejarah panjang dalam hubungannya dengan Indonesia. Ketika mahasiswa dia menjadi aktivis Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia. Disitu dia sering berdiskusi dengan pengurus HMI, tak heran kalau dia punya banyak sahabat seperti Adi Sasono, Fahmi Idris, Jusuf Kalla, Amin Rais, dll. Bahkan Anwar sempat mengikuti training pengkaderan HMI di Pekalongan.

Suasana bersahabat  juga terlihat esok harinya pada acara Dialog Serantau dengan Pemuda Partai Keadilan Rakyat. Suasana begitu rileks. Anwar dalam sambutannya memuji proses reformasi di Indonesia yang menghasilkan pemerintahan demokratis. Sementara Adi Sasono memuji perjuangan Anwar dalam melawan kezaliman pemerintah yang berkuasa. ‘’Mental Anwar sudah teruji ketika dia dipenjara,’’ kata Adi.

Peserta dialog tidak mempertanyakan hal-hal yang sensitif yang terkait hubungan antara masyarakat Indonesia dengan Malaysia. Mereka lebih menanyakan bagaimana proses reformasi di Indonesia, dan bagaimana pula Malaysia bisa belajar dari Indonesia dalam menumbangkan rezim otoriter. Untuk pertanyaan ini Adi menjawab ada yang bisa ditiru ada yang tidak. Kebebasan yang dimanfaatkan secara kebabalasan misalnya, itu jangan ditiru. 

Fahri Hamzah lain lagi. Kata dia, selama ini yang paling banyak dikritik adalah orang Malaysia mengambil hak orang Indonesia seperti batik, reog, lagu daerah, lagu rayuan pulau kelapa, dll. Masalahnya sebagian orang Malaysia berasal dari Indonesia yang merasa memiliki budaya dan lagu itu. 

Apakah banyak orang Indonesia di Malaysia, itu setidaknya diakui oleh mantan Menneg BUMN Sugiarto. ‘’Saudara kandung ayah saya itu ada tujuh orang, dari tujuh itu hanya ayah saya yang tinggal di Indonesia, selebihnya di Malaysia sampai sekarang,’’ kata Sugiharto.

Setidaknya ada empat acara yang dijadwalkan untuk Adi Sasono dan rombongan. Dari semua acara, suasana rileks sangat mendominasi. Joke-joke ringan saling dilemparkan. Termasuk ketika dijamu oleh Menteri Besar (di Indonesia disebut gubernur) Selangor Khalid Ibrahim, selain pembicaraan mengenai strategi membangun peradaban Melayu, pembicaraan juga diwarnai gelak tawa. 

Dari kasus ini  bisa kita simpulkan bahwa jika para pemimpin saling bersahabat, rakyat juga akan saling menghormati. Perseteruan yang kadang terjadi antara masyarakat Indonesia dan Malaysia itu hanya letupan emosi yang muncul karena memudarnya rasa saling menghormati sesama warga Melayu. Mestinya hubungan Indonesia-Malaysia bisa dibikin serileks persahabatan Anwar dengan Adi Sasono dkk.@ anif punto utomo

No comments:

Post a Comment