Harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi memiliki selisih harga yang
tinggi terhadap harga internasional. Tak sedikit orang yang tergiur
memanfaatkan disparitas harga itu. Maka jamaklah terjadi penyelelundupan BBM.
Terakhir yang diungkap oleh Bareskrim Polri adalah transaksi jual beli
BBM secara ilegal yang dilakukan oleh oknum Pertamina, PNS Batam, dan pemilik
kapal. Transaksi BBM dilakukan di tengah laut, sedangkan transaksi dana
dilakukan di Singapura. Terjadi traksaksi keuangan yang mencurigakan senilai Rp
1,3 triliun yang dilakukan sejak 2008-2013.
Kasus ini merupakan puncak dari gunung es mafia perminyakan.
Penyelundupan semacam ini dan penjualan BBM kepada industri, merupakan bagian
tak terpisahkan dari tingginya disparitas harga. BBM yang seharusnya untuk
rakyat itu ditrasaksikan secara ilegal untuk perusahaan dalam negeri maupun
luar negeri.
Semakin tinggi perbedaan harga antara BBM bersubsidi dengan harga keekonomian,
akan semakin kencang terjadinya penyelundupan. Saat ini disparitas hampir
separuhnya. Dengan harga BBM sebesar Rp 6.500 per liter untuk premium dan Rp
5.500 per liter untuk solar, berarti secara rata-rata sudah separuhnya karena
harga internasional sekitar Rp 11.000 sampai Rp 12.000 per liter.
Terbukti pada kasus di atas, perampokan minyak yang dilakukan selama
lima tahun menghasilkan uang Rp 1,3 triliun. Berarti jika di rata-rata dalam
satu tahun, mereka bisa mengumpulkan Rp 260 miliar. Itu baru dilakukan oleh
satu sindikat. Banyak yang menduga bahwa sindikat semacam itu jumlahnya bisa
belasan dengan volume penggelapan yang bervariasi.
Pemerintah memang lemah dalam pengawasan penyelundupan. Meskipun harus
pula diakui bahwa dengan wilayah Indonesia yang sangat luas, yang terdiri dari
banyak pulau, dan sebagian besar wilayah adalah lautan, sangat sulit untuk
mengontrol penyelundupan. Makanya kalau ada yang membandingkan Brunei yang
nyaris tidak ada penyelundupan BBM, rasanya tetap tidak adil.
Cara untuk mengatasi penyelundupan seperti ini adalah pertama memberikan hukuman yang berat
kepada semua yang terlibat dalam mafia ini. Mereka bukan hanya penyelundup,
tetapi sudah merugikan negara dan rakyat berkali-kali lipat karena yang
ditransaksikan adalah komoditas strategis, dimana sekali waktu rakyat harus
antre berjam-jam untuk mendapatkannya.
Kedua pengawasan yang ketat
di Pertamina. Kasus yang kita bahas ini melibatkan empat karyawan internal Pertamina,
dengan begitu perlu dilakukan sidak secara rutin di Pertamina. Jika ada
indikasi negatif sedikit saja di perusahaan yang telah masuk dalam fortune 500
dan terbesar di Indonesia itu, harus segera dilakukan pemeriksaan agar tidak dipermalukan
oleh karyawannya sendiri.
Ketiga yang tak kalah
pentingnya tetapi juga sealigus merupakan pilihan sulit adalah menekan
disparitas harga. Caranya, naikkan harga BBM bersubsidi. Logikanya, dengan
selisih harga yang tipis, para penyelundup akan berpikir sekian kali lipat.
Ibaratnya risiko dengan pendapatannya tidak seimbang. Ini pil pahit, tetapi
perlu untuk dieksekusi.
Pada intinya adalah disparitas harga mendorong orang untuk berniat
jahat melakukan penyelundupan. Risiko apapun akan mereka tempuh karena risiko
itu berbanding lurus dengan uang yang akan mereka peroleh. Tapi dengan
disparitas kecil, mereka tidak berani berspekulasi dengan nasib.@
No comments:
Post a Comment