Thursday, January 12, 2012

Silaturahmi (2)

Malam itu Temanggung hujan rintik-rintik. Setengah harian tadi, sejak siang, Temanggung diguyur hujan. Sempat deras beberapa lama, kemudian berangsur jadi gerimis, sampai malam hari. Malam itu memang direncanakan pertemuan silaturahmi warga FIKT dengan pak Hasyim, di pendopo.

Saya berangkat sepayung berdua dengan bu Nana. Sampai di pendopo kebetulan pas ada pameran purbakala. Di sana ternyata sudah ada dua bersaudara, satu Yang Yut dengan adiknya, pak Sumaji, satunya lagi mas Bambang Wisnu dengan kakaknya, mas Armono. Beberapa saat kemudian mbak Susi muncul. Masih banyak yang belum datang.

Mas Isbud yang pagi hari memberi motivasi di SMP 5 tidak bisa datang karena ada urusan di Semarang. Begitu juga beberapa motivator lain tidak bisa hadir seperti mas Otto Sigit, mas Hery Sugianto, mas Duto di SMA Muntung, mas Singgih Magno, mas Mursyid, mbak Denty, dokter Rina, dll.

‘’Iki ajudan bar ngabari nek pak Hasyim meminta kita masuk,’’ kata mas Armono sembari melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 18.45..

Saya memang bikin janji sama pak Hasyim pukul 18.30, agak disorekan dari rencana semula pukul 19.00, karena pak Hasyim harus berangkat ke sebuah acara di Kranggan pukul 19.30. ‘’Saya itu nanti malam ada acara di Kranggan, mungkin waktunya agak terbatas,’’ kata pak Hasyim saat duduk berdampinagan dengan saya di depan panggung di acaranya bu Nana pagi harinya.

Langsung saja beberapa kadang yang sudah hadir di pendopo masuk ke rumah dinas bupati lewat pintu belakang. Begitu mengetuk pintu, pak Hasyim dan bu Hasyim sudah siap menyambut dengan hangat. Kita masuk di rungan tengah yang luas, meskipun cukup sederhana untuk ukuran rumah dinas bupati. Sembari berbincang-bincang, satu per satu kadang yang lain datang dan langsung masuk ke ruangan.

Beberapa hal diobrolkan malam itu, tak terkecuali soal mbako, karena tahun ini adalah tahun tembakau bagi masyarakat Temanggung, tahun panen raya para petani. Sampai-sampai dealer sepada motor kehabisan stok karena permintaan yang tinggi. Bahkan ada sebuah desa yang melakukan ‘bedol desa’ dengan mendaftar haji. Sayang keberangkatan mereka tahun 2018 nanti, jadi bedol desanya pun harus ditunda.

Hal lain yang diobrolkan adalah fenomena gunung Sindoro. Kata pak Hasyim, apa yang terjadi di Sindoro yang kemudian diberitakan oleh berbagai media sebetulnya peristiwa biasa. Di puncak Sindoro itu ada sembilan lobang yang memancarkan uap dan gas, tapi itu skala kecil. Nah kebetulan saat itu, pas wartawan ke lokasi, hujan lebat, sehingga uap yang dihasilkan cukup tebal. ‘’Itulah yang kemudian ditulis. Jadi tidak apa-apa.’’

Tapi rupanya Sindoro berperilaku lain. Genap tiga hari seteklah pak Hasyim, Sindoro mulai meriang, muncul lobang ke sepuluh yang mengeluarkan asap cukup banyak. Status Sindoro pun dinaikkan menjadi ‘Waspada’. Saat ini badan vulkanologi sudah membuat radius keamanan agar masyaralat tidak gegabah masuk ke radius berbahaya. Pemerintah daerah bahkan sudah menyiapkan jalur evakuasi jika sewaktu-waktu batuk Sindoro lebih keras.

Di ruangan sebelah, tampak bu Hasyim mondar-mandir, mungkin menyiapkan sesuatu, dan…benar. ‘’Monggo..monggo sami dahar, sampun disiapaken’’ kata bu Hasyim mengajak kita-kita makan malam. Biasalah dari kita ada basa-basi, ‘’kok repot’’..’’nembe kemawon’’ dll. ‘’Ini tradisi di desa, kalau mertamu harus disuguh makan….monggo.. monggo,’’ ajak pak Hasyim mempersilakan kita pindah ke ruang makan.

Hmmm…makanan khas Temanggung. Yang saya ingat ada empis-empis, bobor sawi, dan uceng. Makanan yang jarang kita temui di Jakarta.

Usai makan malam yang nikmat, kita kembali ke ruang tengah. Waktu sudah kelewat banyak, saat itu sudah lebih dari pukul 20.00, semestinya setangah jam yang lalu pak Hasyim ke Kranggan. ‘’Ngggak papa…ibu sudah telepon kalau saya datangnya agak terlambat,’’ kata pak Hasyim.

Untuk mempersingkat waktu, saya menutup pertemuan silaturahmi tersebut. Sebelum menutup saya memastikan kembali, pak Hasyim hadir meresmikan perpustakaan yang didirikan FIKT di Kemloko. ‘’Aparat desa, tokoh masyarakat, dan ulama, besok sudah siap, karena undangan buat mereka pukul 06.30,’’ kata saya sembari tersenyum.

Senyum ini memang memiliki arti tertentu, karena sepekan sebelumnya, saya melakukan ‘tawar menawar’ dengan pak Hasyim terkait dengan peresmian perpustakaan di Kemloko.

Ceritahya bermula dari keinginan FIKT agar puncak acara yang berupa peresmian perpustakaan di Kemloko diresmikan oleh pak Bupati. Ketika melakukan survei tiga pekan sebelumnya, saya, mas widodo dan mas khumedi berkunjung ke rumah pak Bupati untuk mengutarakan program Kadang Peduli 2011 sekaligus mengutarakan keinginan agar pak Hasyim bisa meresmikan perpustakaan jam 10.00.

Ternyata pada hari Minggu, 4 Dersember pak Hasyim ada pengajian di daerah Magelang. ‘’Ini pengajian rutin di Magelang, tapi wilayahnya juga belum tahu,’’ kata pak Hasyim.

‘’Jadi bagaiaman pak Hasyim, kira-kira memungkinkan atau tidak ya?’’

‘’Bagaiman kalau diajukan jam sembilan pagi, dari Kemolko nanti saya langsung ke pengajian. Tapi itu juga tergantung wilayahnya, relatif dekat atau tidak dengan Kemloko,’’ kata pak Hasyim. Deal. Sementara begitu putusannya, peresmian pukul 09.00.

Kepastian bahwa pak Hasyim, bisa meresmikan perpustakaan berarti sudah sekitar 80 persen. Kabar baik itu saya informasikan ke teman-teman di Cendekia Mandiri yang berhubngan dengan aparat Kemloko. Seketika aparat desa Kemloko pun berbunga-bunga karena akan didatangi bupati. Maklum sudah dua kali pak Bupati akan datang ke Kemoloko tapi batal karena ada acara lain yang lebih mendesak.

Pak Carik yang sebelumnya pernah bertemu pun minta ke teman Cemani agar saya membuat surat ke pak Kades bahwa pak Bupati akan hadir. Saya awalnya merasa tidak perlu surat menyurat. ‘’Saya telepon aja pak kadesnya,’’ kata saya ke Usna, komandan sekolah Cendikia Mandiri.

Saya telepon lah pak Kades. ‘’Assalamualaikum..Pak Kades, say6a Anif Punto dari FIKT Jakarta..sepertinya pak Bupati akan hadir meresmikan perpustakaan di Kemloko, tulung dibantu nggih,’’ kata saya singkat dan padat, karena memang sekedar pemberitahuan.

Hari Minggu, sepekan sebelum hari H, saya ada acara ke Bandung. Begitu naik mobil yang sudah siap di car port, ada sms dari Usna yang intinya menanyakan pak Bupati jadi datang apa nggak. Wah…saya sudah seminggu lebih tidak kontak-kontakan dengan pak Hasyim, sepertinya sih tidak ada perubahan. Tapi untuk meyakinkan lagi, saya sms pak Hasyim.

‘’Pak Hasyim, nusun sewu, apakah tgl 4 desember nanti masih tetap bisa meresmikan perpustakaan di Kemloko,’’ bagitu kira-kira sms saya.

‘’Wah..hari minggu itu saya pengajian di Grabag.’’

‘’Mungkin bisa kita ajukan jam delapan pagi pak?’’

‘’Mas Anif, kemloko itu ndeso lho..bisanya pertemuan selalu mulur. Apalagi jam 8. Kalau panitia mungkin bisa, tapi masyarakat sana?’’

Wah..ini yang tidak saya perhitungkan. Tapi sudah kepalang basah. Sebelum saya menjawab sms itu, saya telepon Usna.

‘’Us..masyarakat Kemloko iso dijamin bisa datang pagi nggak?

‘’InsyaAllah bisa pak…nanti kita ngoprak-oprak mereka. Pak Carik juga akan Bantu.’’

Batin saya, bisa nggak dioprak-oprak sepagi itu. Untuk lebih meyakinkan lagi bahwa masyarakat Kemloko dijamin hadir jam delapan saya telepon pak Kades.

‘’Pak Kades, niki pak Bupati siap meresmikan ke Kemloko, tapi pagi jam delapan. Kira-kira dijamin mboten nggih masyarakat bisa datang?’’

‘’Saya jamin pak,’; jawab pak Kades. Ok kalo begitu saya menjawab sms pak Hasyim dengan jaminan tinggi.

‘’Pak Hasyim..barusan saya telepon pak Kades, mereka siap jam berapapun, karena kehadiran pak Hasyim sudah ditunggu-tunggu.’’

Agak lama sms itu tidak berbalas. Sekitar 20 menit kemudian datang sms dari pak Hasyim ‘’Maaf saya ragu…karena ternyata saya ada pengajian di Parakan pagi hari sampai jam 07.30.’’

Waduh mepet sekali. Perjalanan dari Parakan ke Pendopo sekitar 20 menit, dari Pendopo ke Kamloko sekitar 30 menit. Belum lagi mempersiapkan ini itu, sebelum berangkat ke Kemloko.

‘’Wah..mepet sanget njjih… mungkin paling tidak pak Hasyim bisa ke Kemloko meskipun cuma sebentar,’’ jawab saya.

Agak lama lagi belum ada jawaban. Begitu mobil melintas KM-80, kriingg…. Oo..pak Hasyim telepon. Inti dari pembicaraan telepon itu adalah pak Hasyim tetap akan ke Kemloko, sampai di sana diperkirakan pukul 08.15, dan nanti pukul 09.00 harus segera turun dan langsung ke Grabag.

Saya segera sampaikan kabar gembira ini ke teman-teman Cemani, bahwa pak Hasyim pasti ke Kemloko. Melegakan. Kalaupun kemudian pak Carik masih minta dibuatkan surat, oke saja, yang penting semua bisa lega bahwa pak Bupati yang ditunggu-tunggu rakyat Kemloko bisa hadir.

Tawar menawar dan jaminan bahwa masyarakat kemloko akan hadir pukul 08.00 itulah arti senyum yang dimaksud di atas.

Sekitar pukul 20.30 kami pun pamitan. Siap-siap menuju Kemloko esok paginya…

(bersambung)

No comments:

Post a Comment