Tuesday, October 9, 2012

Menuju Negara Gagal



Ketika dengan rasa bangga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memamerkan kemajuan ekonomi Indonesia di pertemuan Negara G-20 di Meksiko, tiba-tiba muncul publikasi tentang Indonesia yang tidak mengenakkan. Publikasi yang dirilis oleh lembaga riset nirlaba The Fund for Peace (FFP) dan majalah Foreign Policy itu menyatakan bahwa Indonesia menuju negara gagal.

Dalam publikasi yang diberi nama Indeks Negara Gagal (Failed State Index –FSI) 2012 tersebut Indonesia berada di peringkat ke-63 dari 178 negara. Dalam posisi tersebut, Indonesia masuk dalam kategori negara yang dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal. Tahun sebelumnya, Indonesia berada diperingkat 64 dari 177 negera, itu berarti kondisi di Indonesia memburuk dibanding sebelumnya.

Dari 12 indikator yang digunakan sebagai parameter, setidaknya pada tiga indikator dimana Indonesia mengalami pelemahan, yakni demografis, protes kelompok minoritas, dan hak asasi manusia. Menurut kajian FFP, dalam lima tahun terakhir ketiga indikator tersebut terus melemah. 

Dalam sebuah tatanan kenegaraan fungsi utama dari kehadiran negara adalah melindungi nyawa dan harta benda seluruh warganya. Dalam perkembangannya, fungsi utama itu kemudian ditambah lagi yakni mensejahterakan warganya. Jika Negara tidak mampu memberikan perlindungan dan rasa aman buat warga dan tidak mensejahterakan masyarakat, berarti negara itu bisa dibilang gagal.

Lepas dari indikator yang disajikan oleh FFP, jika kita melihat perkembangan pranata sosial, ekonomi, dan keamanan Indonesia tampaknya memang tidak menunjukkan perbaikan. Kenyataan banyak menunjukkan bahwa keamanan di berbagai sudut wilayah sangat rawan, kondisi sosial masyarakat yang mengenaskan, dan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang.

Papua misalnya. Konflik yang terjadi di wilayah itu tidak kunjung usai, bahkan eskalasinya cenderung meningkat. Dalam dua tahun terakhir tercatat 51 penembakan, tetapi tak satu pun yang terungkap secara jelas siapa yang melakukan penembakan, dan siapa dalangnya. 

Konflik yang banyak terjadi di berbagai wilayah bukan hanya konflik vertikal antara rakyat dengan pemerintah, tetapi juga horizontal, sesama rakyat sendiri yang saling bertarung. Kekerasan vertikal belakangan mulai banyak muncul di daerah pertambangan dan perkebunan dengan latar belakangan kecemburuan sosial.

Belum lagi masalah penegakan hukum yang buruk. Seorang koruptor yang memakan uang negara miliaran rupiah hanya dihukum ringan, bahkan bebas. Sementara tukang ojek yang dituduh mencuri, tapi tidak terbukti sudah harus merasakan penjara hampir satu tahun. Ketidakadilan hukum ini membuat masyarakat kian frustasi dan apatis terhadap negara.

Penilaian internasional bahwa Indonesia sedang menuju sebagai negara gagal semestinya menjadi cermin bagi pemerintah. Tidak saatnya lagi pemerintah mencari-cari alasan untuk membantah penilaian tersebut. Kenyataannya kekerasan kian meningkat, keamanan makin tak terjamin, kesenjangan eknomi semakin melebar, kemiskinan tak juga berkurang.

Indonesia punya prasyarat untuk menjadi negara besar. Tapi jika indikator sebagai negara gagal tidak diperbaiki, negara besar itu hanya menjadi mimpi. Pemerintah harus bekerja bersungguh-sungguh dan serius untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak sedang menuju sebagai negara gagal.

No comments:

Post a Comment