Plesiran 22 anggota DPR ke Turki dan Denmark untuk mempelajari lambang
Palang Merah Indonesia (PMI) dikecam. Tapi para wakil rakyat itu bergeming.
Mata dan telinga mereka sudah tertutup rapat. Plesiran 13 anggota DPR yang lain
ke Brasil untuk mempelajari pedesaan juga mendapat umpatan. Kelompok ini juga
bergeming. Sama sekali mereka tidak peduli terhadap reaksi masyarakat.
Bukan kali ini saja anggota DPR plesir keluar negeri berkedok kunjungan kerja.
Kita masih ingat ketika beberapa bulan lalu anggota DPR ke Jerman diprotes
mahasiswa di sana. Mereka pun dikuntit, sehingga ketahuan bahwa wakil rakyat
lebih banyak ke tempat wisata dan belanja disbanding untuk acara yang
sesungguhnya
Bukan kali ini pula koran ini menulis tajuk tentang kunjungan kerja yang
oleh sebagian orang dipandang hanya buang-buang uang rakyat. Bahkan bukan hanya
koran ini yang menulis tajuk mengkritik anggota DPR, tetapi tetap saja setiap
tahun anggaran untuk kunjungan kerja tidak pernah berkurang, malah justru
cenderung terus bertambah.
Rupanya penyakit menghamburkan uang rakyat lewat perjalanan dinas itu
sudah menjadi virus para penyelenggara negara. Terbukti anggaran perjalanan dinas Pegawai
Negeri Sipil (PNS) tahun 2013 mencapai Rp 21 triliun. Jumlah itu jauh melampui
anggaran untuk rakyat, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesda) misalnya Rp 7,3
triliun, begitu pula bantuan bagi siswa miskin yang Rp 10 triliun.
Anggaran
yang begitu besar pada sisi eksekutif itu membuat anggota DPR yang memboroskan
uang untuk perjalanan dinas sebesar Rp 146 miliar merasa tidak bersalah. Mereka
justru bangga bahwa anggaran yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas anggota
DPR jauh lebih kecil. Padahal mereka lupa bahwa jumlah anggota DPR hanya 560
orang.
Kita tidak habis pikir dengan penyelenggara negara. Begitu entengnya
mereka mengalokasikan uang rakyat untuk hal-hal yang tidak prioritas. Bahwa
perjalanan dinas perlu, itu betul, tapi tidak berarti harus dengan anggaran
begitu besar. Ingatlah bahwa masih ada 30 juta orang Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Alokasi dana perjalanan dinas yang besar itu makin menandakan bahwa
anggaran negara sebagian besar tersedot untuk pengeluaran rutin seperti gaji
PNS dan pejabat, operasinal pejabat negara, subsidi energi, dan juga membayar
utang. Pemerintah dan DPR tidak melakukan terobosan anggaran, terutama terkait
dengan pemangkasan anggaran yang tidak prioritas.
Dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun anggaran 2011,
terjadi pemborosan anggaran perjalanan dinas sebesar 40 persen. Jika pada 2013
nanti ditetapkan Rp 21 triliun, dengan asumsi persentase pemborosan yang sama,
akan terjadi pembuangan uang rakyat senilai Rp 8,4 triliun. Ini tidak adil bagi
rakyat.
Seandainya kita bisa efisien dalam mengalokasikan anggaran, dan setiap
anggaran juga tidak dikorupsi, niscaya negeri ini akan cepat bangkit dari
kemiskinan. Bahwa secara pendapatan per kapita Indonesia bukan lagi masuk
kelompok negara miskin, tapi kenyataannya puluhan juta rakyat tidak mampu makan
tiga kali sehari.
Sudah semestinya PNS dan para pejabat Negara serta anggota DPR tahu diri
untuk tidak mengamburkan uang rakyat untuk sekadar perjalanan dinas yang lebih
banyak mudharat dari pada manfaat. Indonesia bisa bermartabat jika perilaku
pemborosan dan korupsi disingkirkan dari
birokrat dan wakil rakyat.
No comments:
Post a Comment