Tuesday, January 24, 2012

Negeri untuk Para Elit

Rabu, 28 Desember 2011. Tiga hari menjelang pergantian tahun, tiba-tiba muncul iklan di hampir semua koran nasional di Jakarta yang cukup menyita perhatian. Ukuran iklan macam-macam, ada yang sepertiga halaman memanjang.

Iklan itu berjudul ‘Ha ha ha..Indonesia itu Mengecewakan’. Di situ ada gambar wajah sketsa orang dewasa berkacamata, mulut yang kanan digambarkan bibir menekuk ke bawah pertanda cemberut dan mulut sebelahnya, bibir ditarik ke atas lagi menyiratkan sebuah senyuman. Di halaman lain, dikemukakan data-data statistik yang menunjukkan keberhasilan ekonomi Indonesia.

Dalam sebuah grafik ditunjukkan bahwa dengan pertumbuhan 6,5 persen pada 2011 menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan pertumbuhan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Singapura, Malaysia, Vietnam yang biasanya unda-undi dengan Indonesia, lewat semua. Apalagi Filipina dan Thailand, kedua negara ini pertumbuhan ekonominya hanya separih dari Indonesia.

Grafik satunya menunjukkan bahwa tren inflasi Indonesia dibandingkan dengan negara BRIC (Brazil, Rusia, India, Cina). BRIC adalah negara yang memiliki pertumbuhan tinggi dan relative stabil. Di grafik dipaparkan per September 2011, India mencatat inflasi yang paling tinggi 10,06 persen, disusul Brazil, Rusia, dan Cina (7,31 persen, 7,2 persen, dan 6,1 persen). Semantara Indonesia 4,61 persen.

Satu lagi grafik yang ditunjukkana adalah debt to GDP (gross domestic product-Produk domestic Bruto) atau perbandingan utang terhadap GDP. Ditunjukkan Jepang berada di posisi tertinggi dengan 199,7 persen, Eurozone (98,1 persen), Amerika Serikat (62,1 persen), ASEAN (56,2 persen), dan India 50,6 persen. Indonesia cukup rendah 25,7 persen. Hanya Cina yang dibawah Indonesia dengan 16,3 persen.

Lantas apa efek dari semua pencapaian itu? Masih dalam iklan tersebut, secara langsung maupun tak langsung, pencapaian itu menjadikan Indonesia layak dihadiahi ‘Investment Grade’. Itu artinya, setelah hampir dua windu Indonesia tidak direkomendasikan dalam investasi global, kini sudah kembali seperti dulu, sehingga diharapkan makin banyak investasi yang masuk. Biaya dana pun relatif akan turun.

Apakah data-data yang disajikan itu benar? Dijamin 100 persen benar. Meskipun itu iklan, tapi tak ada manipulasi data. Tidak ada yang bisa membantah bahwa perekonomian Indonepasia yang pernah diterpa badai krisis pada 1998 telah pulih. Bahkan ketika pereknomian global sedang lesu karena terseret krisis di Amerika dan disusul Eropa, ekonomi Indonesia tetap mampu bertahan dari goncangan.

Keberhasilan itu yang ingin ditonjolkan di iklan yakni bahwa ekonomi Indonesia hebat dan tidak kalah dibandingkan dengan negara lain, bahkan dalam kasus tertentu lebih hebat dibanding negara maju. Dalam rasio utang terhadap GDP misalnya, kita lebih sehat dibanding Jepang atau Amerika. Dalam pengendalian inflasi, kita lebih hebat dibanding India, Rusia, bahkan Cina.

Lantas kenapa yang dijadikan judul ‘Indonesia itu Mengecewakan’? Barangkali itu sindiran. Sindiran kepada mereka yang selama ini kritis terhadap pemerintah. Lihat saja kalimatnya: ‘’Mestinya bukan hanya tumbuh 6,5 persen’’. Itu kata golongan yang optimis. ‘’Kok Indonesia bisa tumbuh sampai 6,5 persen ya’’. Itu golongan yang kecewa mengapa ekonomi Indonesia bisa begini bagusnya. Hehehe…Indonesia memang mengecewakan. Bagi mereka yang hobinya kecewa.

Struktur kalimat dari iklan itu kacau, tapi pesannya jelas bahwa pencapaian kinerja ekonomi makro Indonesia patut diacungi jempol, meskipun selalu saja ada yang tidak suka dengan pencapaian itu. Siapa yang tidak suka, tentu tidak mereka definisikan, tetapi arahnya jelas kepada mereka yang kritis terhadap kebijakan ekonomi pemerintah.

Berbagai data memang mendukung pencapaian tersebut. Kita bisa lihat pertumbuhan kelas menengah yang begitu menakjubkan dalam satu dekade terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, sebagaimana dikatakan pejabat pemerintah, setiap tahun rata-rata telah memunculkan sembilan juta kelas menengah baru. Dengan begitu selama lima tahun terakhir muncul 45 juta kelas menengah baru.

Data dari Bank Dunia menunjukkan hal serupa yakni 56,5 persen dari 237 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori kelas menengah yang membelanjakan 2 dolar AS sampai 20 dolar AS (Rp 18.000-Rp 180.000) per hari. Lebih spesifik lagi, kelas menengah yang membelanjakan 6 dolar-20 dolar per hari sekitar 14 juta orang.

Data yang tak beda jauh ditunjukkan hasil survei secara online yang dilakukan Nielsen yang menunjukkan bahwa 29 juta kelas menengah premium di Indonesia. Jumlah tersebut nyaris setara dengan jumlah penduduk Malaysia. Sehingga sangat mungkin kelompok kelas menengah ini lebih makmur ketimbang rata-rata penduduk Malaysia.

Bukan hanya kelas menengah saja yang jumlahnya naik, tetapi kekayaan orang Indonesia juga naik. Berdasarkan survei dari Credit Susisse Research Institute, kekayaan total orang Indonesia selama periode Januari 2010 sampai Juni 2011 naik dari 420 miliar dolar menjadi 1,8 triliun dolar. Dengan kekayaan tersebut, Indonesia masuk dalam daftar kontributor utama pertumbuhan kekayaan dunia.

Data yang dikeluarkan divisi riset Standard Chartered Bank menunujukkan hal serupa. Mereka menyebut jumlah orang mapan dengan penghasilan Rp 240 – Rp 500 juta per tahun mencapai 4 juta orang. Jumlah itu mengalahkan negara tetangga yang masyarakatnya sering menyiksa tenaga kerja kita di sana, yakni Malaysia (1,6 juta) dan Singapura (700ribu). Bahkan mengalahkan Korea, Taiwan, dan Hongkong.

Melejitnya jumlah kelompok menengah dan orang kaya ini sejalan dengan naiknya pendapatan per kapita. Pada saat krisis ekonomi, sekitar 1998-1999, GDP per kapita sekitar 500 dolar, pada 2011 silam sudah mencapai 3.500 dolar. Jadi dalam waktu sekitar 12 tahun terjadi peningkatan PDB per kapita mencapai tujuh kali lipat. Pantas lah jika terjadi lonjakan kelas menengah yang luar biasa.

Apakah kemudian berlipatnya PDB per kapita itu dinikmati oleh rakyat Indonesia secara merata? Nah ini pertanyaan klasik yang jawabannya tidak pernah tuntas. Karena ternyata data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kemiskinan masih membelit negeri ini. Dari tahun ke tahun, julah penduduk miskin memang berkurang, tetapi penurunannya sangat-sangat lambat, sangat tidak signifikan.

Kita lihat dari 2009 ke 2010 misalnya, persentase penduduk miskin hanya turun dari 14,2 persen ke 13,3 persen, atau 32 juta menjadi 31,02 juta. Begitu juga selama satu semester pada 2011, tercatat pada Maret jumlah penduduk miskin 30,02 juta jiwa, sedangkan September 2011 masih 29,89 juta. Itu artinya dalam waktu enam bulan hanya terjadi pengurangan penduduk miskin 130 ribu jiwa. Bandingkan dengan naiknya kelas menengah yang sembilan juta per tahun atau 4,5 juta per enam bulan.

‘’Penurunan jumlah penduduk miskin sangat lamban karena mereka sudah masuk pada kondisi kemiskinan kronis,’’ kata Direktur Statistik Ketahanan Sosisl BPS. Celakanya lagi, jumlah penduduk yang masuk kategori hampir miskin cukup besar, yakni 686 ribu jiwa. Dengan begitu, jika terjadi sedikit saja gejolak ekonomi yang membuat harga melambung, jumlah penduduk miskin bisa jadi justru naik. Target pengurangan penduduk miskin satu persen tiap tahun hanya diatas kertas belaka.

Lambatnya penurunan jumlah penduduk miskin itu boleh jadi karena alokasi dana untuk pemberantasan korupsi masih minim yakni Rp 50 triliun (ini pun masih banyak yang tidak tepat sasaran dan masih juga dikorupsi). Dana sebesar itu hanya sekitar 0,5 persen dari GDP, sementara untuk negara-negara di Asia Timur mengalokasikan dana buat orang miskin 1 persen dari GDP, bahkan Vietnam 1,2 persen. Begitu juga negara di Amerika Latin yang mengalokasikan 1,3 persen.

Alokasi dana tersebut memang berbanding terbalik dengan anggaran untuk para elit politik dan pemerintahan. Sebagaimana data yang dirilis Filtra, anggaran untuk acara seremonial Dewan perwakilan Daerah (DPD) saja mencapai Rp51 miliar. Atau bisa dilihat anggaran untuk renovasi toilet anggota DPR yang dicadangkan Rp 2 miliar. Bahkan untuk mengganti kaca mobil Presiden menghabiskan Rp 704 juta.

Kenyataan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin yang begitu lambat membuktikan bahwa pro-poor yang menjadi salah satu dasar filosofi pembangunan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya basa-basi. Keberpihakan terhadap kaum miskin hanya diucapan, tidak pada tindakan dan kebijakan. Keadilan dalam menikmati kue ekonomi maih menjadi mimpi di siang bolong.

Pertumbuhan ekonomi yang dibangga-banggakan tertinggi di Asia Tenggara, tidak dinikmati secara merata. Pertumbuhan ekonomi itu hanya menguntungkan kalangan menegah atas. Strategi kebijakan ekonomi tidak memberikan kesejahteraan secara merata.Pertumbuhan ekonomi yang diciptakan rezim SBY ini adalah pertumbuhan yang tidak berkualitas. Pertumbuhan yang tidak bermakna.

Kemiskinan yang masih menjerat di antara kemilaunya data tentang naiknya kelas menengah dan tumbuhnya orang kaya baru, menunjukkan bahwa negeri ini hanya untuk para elit.@ Anif Punto Utomo

Dimuat di rubrik 'Teraju' Republika, 8 Januari 2012

Thursday, January 12, 2012

Kebersamaan (3)

Begitu memasuki dusun Prampelan, desa Kemloko, Tembarak, suara rebana sayup-sayup mulai terdengar. Awalnya terdengar sayup, makin mendekat, suara rebana berirama padang psar itu semakin kencang. Rebana yang ditabuh anak-anak IPNU itu seolah membelah lereng timur gunung Sumbing yang terlihat begitu perkasa.

Hari itu, Minggu, 4 desember 2011, merupakan hari istimewa bagi masyarakat Kemloko, karena per hari itu, mereka akan memiliki perpustakaan yang disumbang oleh FIKT. Dan yang membikin hari itu makin istimewa adalah kedatangan pak Bupati yang sudah lama dinanti-nanti oleh masyarakat. Pak Bupati dijadwalkan akan meresmikan perpustakaan.

Bukan hanya rebana yang memeriahkan prosesi acara peresmian, tetapi juga drumband dari anak-anak MI (Madrasah Ibtidaiyah) di Kemloko. Barangkali sebelumnya tak terbayangkan bahwa sebuah desa di lokasi teratas di lereng timur Sumbing itu memiliki grup drumband. Pada 1990-an ke bawah, drumband hanya dimiliki sekolah elit di Temanggung.

Ratusan masyarakat terlihat sudah siap menanti kedatangan rombongan FIKT dan pak Bupati. Ada yang berdiri di jalan di depan balai desa yang nantinya digunakan sebagai lokasi pembukaan acara, ada yang berdiri di depan rumah masing-masing. Orangtua anak-anak mudah, remaja, dan anak-anak berbaur menjadi satu.

Rombongan FIKT dari Suronatan berangkat lima mobil. Beberapa teman lain langsung dari rumah masing-masing menuju Kemoloko. Begitu sampai di Kemoloko ternyata sudah banyak kadang FIKT yang sudah sampai. Memang, sebelumnya saya umumkan bahwa peresmian akan dilakukan pukul 08.15, dan rupanya banyak teman-teman FIKT yang sudah datang duluan sebelum ‘teng’.

Sekitar pukul 08.45 pak Bupati datang. Begitu keluar dari mobil, langsung menuju balai desa. Ketika mendekati pintu m,asuk, pak Bupati menyempatkan diri bersalaman dengan anak-anak MI yang nantinya ikut memeriahkan acara dengan lagu-lagu. Satu per satu disalami, dari ujung halaman sampai ujung pintu. Begitu masuk, salaman dilanjutkan dengan tokoh masyarakat dan ulama Kemloko, juga anak-anak muda IPNU.

Begitu selesai salam-salam, semuanya duduk di tempat masing-masing, dan acara pun dimulai. Pembawa acara memberikan pengantar tentang betapa pentingnya buku bagi kemajuan peradaban manusia. Lewat buku kita bisa menjelajah ke seluruh pelosok dunia melalui imajinasi kita.

Setelah itu kemudian dimulai sambutan dari pak Kades. Dalam kesempatan itu pak Kades menyatakan terimakasihnya kepada Bupati yang berkenan datang ke Kemloko. Dikatakan, setidaknya sudah dua kali pak Bupati berencana datang ke Kemloko, tetapi mendadak ada acara yang tidak bisa ditinggalkan, akhirnya batal. Di kesempatan langka itu pak Kades juga minta agar jalan menjuju Kemloko dihaluskan.

Setelah pak Kades giliran saya. Tidak banyak yang saya sampaikan kecuali bahwa perustakaan yang didirikan di Kemloko ini adalah amanah dari para donatur yang tergabung dalam FIKT. Karena itu, buku yang diberikan dibaca agar memberi manfaat buat masyarakat. Tetapi juga jangan lupa, tetap dirawat. ‘’Hanya dua pesan kami…pertama, baca..baca..baca.. dan kedua, rawat, rawat, rawat…’’

Selesai itu, kemudian sambutan pak Bupati. Tapi sebelumnya diisi dulu dengan pertunjukan pantomim dari murid Cendikia Mandiri. Pantomim itu bercerita tentang lahirnya kembali seorang anak manusia menjadi orang yang benar, setelah sebelumnya tenggelam dalam dunia yang penuh dengan kekelaman.

Usai pantomim, giliran pak Bupati memberikan sambutan. Cukup lama sambutan dari pak Bupati dan isinya bervariasi. Mulai dari kedatangan pertama di Kemloko setelah menjadi bupati, masalah pertanian terutama optimalisasi penanaman jagung, dan disinggung pula tentang pembangunan jalan.

Soal jalan, pak Bupati mengaitkan antara pembayran Pajab Bumi Bangunan (PBB) dengan jalan yang sudah saatnya diperbaiki. ‘’Lha niki masyarakat Kemloko pun nglunasi PBB nopo dereng? Ngisin-ngisini nek during mbayar, wong tuku sepeda motor gampang kok PBB during mbayar…,’’ selorohnya.

Satu hal lagi yang disampaikan pak Bupati adalah posisinya sebagai bupati. ‘’Saya ini pelayan…pelayan bagi masyarakat..karena jadi bupati, ya berarti saya kepala pelayan. Siapa yang dilayani…ya panjenengan-penjenengan ini.. jadi kalau salah, nek pelayan dikongkon salah, ya dimarahi saja saya.’’

Tapi, sambung pak Bupati, masyarakat sebagi ndoro juga harus konsekuen. ‘’Ibaratnya saya menyuruh pembantu beli rokok, maka saya harus memberi uang pada pembantu itu. Begitu juga kalau masyarakat menyuruh saya membangun jalan, ya masyarakat sebagai ndoro harus membayar dulu PBB-nya baru nyuruh pelayan membangun jalan. Gerr..sindiran halus itu disambut tawa hadirin yang ada di balai desa itu.

Seingat saya, Walikota Yogyakarta periode sebelum sekarang, Herry Zudianto juga pernah memproklamirkan diri bahwa dirinya kepala pelayan masyarakat. Walikota itu sukses dalam mengubah mental birokrat yang tadinya cenderung minta diloayani, menjadi melayani. Beberapa penghargaan mengalir untuk walikota dua periode tersebut. Umumnya, pemimpin daerah yang berhasil memang menempatkan diri sebagai pelayanan masyarakat.

Selesai sambutan Bupati, saya secara simbolis menyerahkan buku kepada pak Kades. Saya minta ke panitia agar buku yang diserahkan nanti, buku yang saya tulis. ‘’Ini buku tulisan saya, untuk mengingatkan bahwa orang-orang Temanggung itu banyak yang sudah menulis buku. Makanya saya sudah mendiskusikan dengan mas Bambang Edhi agar bisa dialokasikan tempat di perpustakaan sekaligus lemari khusus untuk buku karangan orang Temanggung.’’

Selesai pembukaan, hadirin langsung menuju ke lokasi perpustakaan.

‘’Ooo…masih harus jalan ya..’’kata pak Bupati ke saya sambil melihat jam tangan.

‘’Iya pak..tapi sebentar kok, kemarin saya ukur Cuma tiga menit jalan..’’

Begitu keluar pintu, drumband dari anak-anak MI langsung ditabuh. Perjalanan dari balai desa ke gedung tempat perpustakaan diresmikan diiringi dengan drumband. Tiga menit lebih sedikit, sampai ke gedung IPNU. Di situlah perpustakaan berada. Nantinya yang akan menjaga perpustakaan adalah pemuda IPNU, sekali-kali kerjasama dengan pengelola Cemani.

Gedung itu berlanta dua. Lantai satu dipergunakan untuk sekolah taman kanak-kanak. Lantai dua untuk pertemuan. Nah perpustakaan di tempatkan di lantai dua dengan menyekat ruangan. Jadi nantinya di lantai dua ada ruang pertemuan dan perpustakaan. Sekat itu nantinya dibuat dari kayu yang bisa dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan ruangan.

‘’Bismillahirrahmanirrohim…’’ Kres…pita telah tergunting, berarti secara resmi perpustakaan tersebut sudah dibuka oleh pak Bupati. Sejenak kita semua melihat-lihat buku yang dipajang diperpustakaan itu. Sebagian besar buku anak-anak dan remaja, kemudian ada buku tentang pertanian dan pengolahan hasil pertanian, ada juga buku agama, dan tak ketinggalan buku tentang motivasi.

Selesai peresmian pak Bupati langsung pamit karena harus ke Grabag untuk menghadiri pengajian. Itu pun sebetulnya waktu sudah lompat dari yang semula dijadwalkan, saat itu sudah sekitar pukul 10.15. Jika saja jadwal masih longgar, panitia sudah menyiapkan nasi jagung dan perangkatnya seperti sayur dan gereh untuk dinikmati untuk pak Bupati. Time is over. Tapi tak apa. Kehadiran Bupati saja sudah sangat melegakan Kemloko dan FIKT.

Acara ditutup dengan makan nasi jagung. Sebelum makan disediakan juga makanan ringan, ada pisang rebus, kacang rebus, dan entho cotot. Selain dari FIKT, di ruangan bawah yang disiapkan untuk ramah-tamah itu, ada juga pak Camat Tembarak, pak Lurah, dan tak ketinggalan mas Diran dkk dari DHC-45 Temanggung.

Dalam kesempatan itu, saya selaku ketua panitia dan juga ketua FIKT merasa bersyukur karena seluruh rangkaian acara sejak Sabtu sampai Minggu berjelan lancar. Tak lupa saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada kadang FIKT, yang telah berjibaku mensukseskan acara ini. Kerja keras dan kerja ihlas dengan berbagai pengorbanan, tidak akan sia-sia.

Pak Camat juga menyatakan terimakasihnya karena salah satu desa yang berada di wilayahnya diberi hadiah istimewa berupa perpustakaan. Diharapkan perpustakaan itu akan meningkatkan minat baca di Kemloko. Begitu pula pak Lurah yang menyatakan terimakasihnya kepada FIKT dan sekaligus mendoakan agar amal yang diberikan kepada Kemloko itu dibalas oleh Allah SWT.

Pertemuan ramah tamah sambil makan bersama itu pun berakhir. Setelah itu kami bermpamitan kepada semua masyarakat Kemloko, dan sekali lagi berpesan agar perpustakaan tersebut dirawat dengan baik agar memberi manfaat buat masyarakat Kemloko.

Ketika saya berjalan menuju mobil, tiba-tiba pak Kades menghampiri. ‘’Pak terimakasih sudah bisa mengundang pak Bupati datang ke sini…sakali lagi terimakasih.’’ Itu saja yang diucapkan pak Kades. Sedikit tapi banyak yang tersirat dari ucapan itu.

Keseluruhan acara Kadang Peduli 2011 ditutup dengan makan (halah..makan lagi) brongkos dan entog di rumah mas Dani di Menggoro Tembarak. Bagi yang masih kuat disediakan pula duren sebagian dari hasil panen sendiri sebagian dari Gemawang.

Saya merasakan dua hari berbagi dengan masyarakat Temanggung ini sarat dengan nilai-nilai kebersamaan.

Sampai bertemu di Kadang Peduli 2012

(habis)

Silaturahmi (2)

Malam itu Temanggung hujan rintik-rintik. Setengah harian tadi, sejak siang, Temanggung diguyur hujan. Sempat deras beberapa lama, kemudian berangsur jadi gerimis, sampai malam hari. Malam itu memang direncanakan pertemuan silaturahmi warga FIKT dengan pak Hasyim, di pendopo.

Saya berangkat sepayung berdua dengan bu Nana. Sampai di pendopo kebetulan pas ada pameran purbakala. Di sana ternyata sudah ada dua bersaudara, satu Yang Yut dengan adiknya, pak Sumaji, satunya lagi mas Bambang Wisnu dengan kakaknya, mas Armono. Beberapa saat kemudian mbak Susi muncul. Masih banyak yang belum datang.

Mas Isbud yang pagi hari memberi motivasi di SMP 5 tidak bisa datang karena ada urusan di Semarang. Begitu juga beberapa motivator lain tidak bisa hadir seperti mas Otto Sigit, mas Hery Sugianto, mas Duto di SMA Muntung, mas Singgih Magno, mas Mursyid, mbak Denty, dokter Rina, dll.

‘’Iki ajudan bar ngabari nek pak Hasyim meminta kita masuk,’’ kata mas Armono sembari melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 18.45..

Saya memang bikin janji sama pak Hasyim pukul 18.30, agak disorekan dari rencana semula pukul 19.00, karena pak Hasyim harus berangkat ke sebuah acara di Kranggan pukul 19.30. ‘’Saya itu nanti malam ada acara di Kranggan, mungkin waktunya agak terbatas,’’ kata pak Hasyim saat duduk berdampinagan dengan saya di depan panggung di acaranya bu Nana pagi harinya.

Langsung saja beberapa kadang yang sudah hadir di pendopo masuk ke rumah dinas bupati lewat pintu belakang. Begitu mengetuk pintu, pak Hasyim dan bu Hasyim sudah siap menyambut dengan hangat. Kita masuk di rungan tengah yang luas, meskipun cukup sederhana untuk ukuran rumah dinas bupati. Sembari berbincang-bincang, satu per satu kadang yang lain datang dan langsung masuk ke ruangan.

Beberapa hal diobrolkan malam itu, tak terkecuali soal mbako, karena tahun ini adalah tahun tembakau bagi masyarakat Temanggung, tahun panen raya para petani. Sampai-sampai dealer sepada motor kehabisan stok karena permintaan yang tinggi. Bahkan ada sebuah desa yang melakukan ‘bedol desa’ dengan mendaftar haji. Sayang keberangkatan mereka tahun 2018 nanti, jadi bedol desanya pun harus ditunda.

Hal lain yang diobrolkan adalah fenomena gunung Sindoro. Kata pak Hasyim, apa yang terjadi di Sindoro yang kemudian diberitakan oleh berbagai media sebetulnya peristiwa biasa. Di puncak Sindoro itu ada sembilan lobang yang memancarkan uap dan gas, tapi itu skala kecil. Nah kebetulan saat itu, pas wartawan ke lokasi, hujan lebat, sehingga uap yang dihasilkan cukup tebal. ‘’Itulah yang kemudian ditulis. Jadi tidak apa-apa.’’

Tapi rupanya Sindoro berperilaku lain. Genap tiga hari seteklah pak Hasyim, Sindoro mulai meriang, muncul lobang ke sepuluh yang mengeluarkan asap cukup banyak. Status Sindoro pun dinaikkan menjadi ‘Waspada’. Saat ini badan vulkanologi sudah membuat radius keamanan agar masyaralat tidak gegabah masuk ke radius berbahaya. Pemerintah daerah bahkan sudah menyiapkan jalur evakuasi jika sewaktu-waktu batuk Sindoro lebih keras.

Di ruangan sebelah, tampak bu Hasyim mondar-mandir, mungkin menyiapkan sesuatu, dan…benar. ‘’Monggo..monggo sami dahar, sampun disiapaken’’ kata bu Hasyim mengajak kita-kita makan malam. Biasalah dari kita ada basa-basi, ‘’kok repot’’..’’nembe kemawon’’ dll. ‘’Ini tradisi di desa, kalau mertamu harus disuguh makan….monggo.. monggo,’’ ajak pak Hasyim mempersilakan kita pindah ke ruang makan.

Hmmm…makanan khas Temanggung. Yang saya ingat ada empis-empis, bobor sawi, dan uceng. Makanan yang jarang kita temui di Jakarta.

Usai makan malam yang nikmat, kita kembali ke ruang tengah. Waktu sudah kelewat banyak, saat itu sudah lebih dari pukul 20.00, semestinya setangah jam yang lalu pak Hasyim ke Kranggan. ‘’Ngggak papa…ibu sudah telepon kalau saya datangnya agak terlambat,’’ kata pak Hasyim.

Untuk mempersingkat waktu, saya menutup pertemuan silaturahmi tersebut. Sebelum menutup saya memastikan kembali, pak Hasyim hadir meresmikan perpustakaan yang didirikan FIKT di Kemloko. ‘’Aparat desa, tokoh masyarakat, dan ulama, besok sudah siap, karena undangan buat mereka pukul 06.30,’’ kata saya sembari tersenyum.

Senyum ini memang memiliki arti tertentu, karena sepekan sebelumnya, saya melakukan ‘tawar menawar’ dengan pak Hasyim terkait dengan peresmian perpustakaan di Kemloko.

Ceritahya bermula dari keinginan FIKT agar puncak acara yang berupa peresmian perpustakaan di Kemloko diresmikan oleh pak Bupati. Ketika melakukan survei tiga pekan sebelumnya, saya, mas widodo dan mas khumedi berkunjung ke rumah pak Bupati untuk mengutarakan program Kadang Peduli 2011 sekaligus mengutarakan keinginan agar pak Hasyim bisa meresmikan perpustakaan jam 10.00.

Ternyata pada hari Minggu, 4 Dersember pak Hasyim ada pengajian di daerah Magelang. ‘’Ini pengajian rutin di Magelang, tapi wilayahnya juga belum tahu,’’ kata pak Hasyim.

‘’Jadi bagaiaman pak Hasyim, kira-kira memungkinkan atau tidak ya?’’

‘’Bagaiman kalau diajukan jam sembilan pagi, dari Kemolko nanti saya langsung ke pengajian. Tapi itu juga tergantung wilayahnya, relatif dekat atau tidak dengan Kemloko,’’ kata pak Hasyim. Deal. Sementara begitu putusannya, peresmian pukul 09.00.

Kepastian bahwa pak Hasyim, bisa meresmikan perpustakaan berarti sudah sekitar 80 persen. Kabar baik itu saya informasikan ke teman-teman di Cendekia Mandiri yang berhubngan dengan aparat Kemloko. Seketika aparat desa Kemloko pun berbunga-bunga karena akan didatangi bupati. Maklum sudah dua kali pak Bupati akan datang ke Kemoloko tapi batal karena ada acara lain yang lebih mendesak.

Pak Carik yang sebelumnya pernah bertemu pun minta ke teman Cemani agar saya membuat surat ke pak Kades bahwa pak Bupati akan hadir. Saya awalnya merasa tidak perlu surat menyurat. ‘’Saya telepon aja pak kadesnya,’’ kata saya ke Usna, komandan sekolah Cendikia Mandiri.

Saya telepon lah pak Kades. ‘’Assalamualaikum..Pak Kades, say6a Anif Punto dari FIKT Jakarta..sepertinya pak Bupati akan hadir meresmikan perpustakaan di Kemloko, tulung dibantu nggih,’’ kata saya singkat dan padat, karena memang sekedar pemberitahuan.

Hari Minggu, sepekan sebelum hari H, saya ada acara ke Bandung. Begitu naik mobil yang sudah siap di car port, ada sms dari Usna yang intinya menanyakan pak Bupati jadi datang apa nggak. Wah…saya sudah seminggu lebih tidak kontak-kontakan dengan pak Hasyim, sepertinya sih tidak ada perubahan. Tapi untuk meyakinkan lagi, saya sms pak Hasyim.

‘’Pak Hasyim, nusun sewu, apakah tgl 4 desember nanti masih tetap bisa meresmikan perpustakaan di Kemloko,’’ bagitu kira-kira sms saya.

‘’Wah..hari minggu itu saya pengajian di Grabag.’’

‘’Mungkin bisa kita ajukan jam delapan pagi pak?’’

‘’Mas Anif, kemloko itu ndeso lho..bisanya pertemuan selalu mulur. Apalagi jam 8. Kalau panitia mungkin bisa, tapi masyarakat sana?’’

Wah..ini yang tidak saya perhitungkan. Tapi sudah kepalang basah. Sebelum saya menjawab sms itu, saya telepon Usna.

‘’Us..masyarakat Kemloko iso dijamin bisa datang pagi nggak?

‘’InsyaAllah bisa pak…nanti kita ngoprak-oprak mereka. Pak Carik juga akan Bantu.’’

Batin saya, bisa nggak dioprak-oprak sepagi itu. Untuk lebih meyakinkan lagi bahwa masyarakat Kemloko dijamin hadir jam delapan saya telepon pak Kades.

‘’Pak Kades, niki pak Bupati siap meresmikan ke Kemloko, tapi pagi jam delapan. Kira-kira dijamin mboten nggih masyarakat bisa datang?’’

‘’Saya jamin pak,’; jawab pak Kades. Ok kalo begitu saya menjawab sms pak Hasyim dengan jaminan tinggi.

‘’Pak Hasyim..barusan saya telepon pak Kades, mereka siap jam berapapun, karena kehadiran pak Hasyim sudah ditunggu-tunggu.’’

Agak lama sms itu tidak berbalas. Sekitar 20 menit kemudian datang sms dari pak Hasyim ‘’Maaf saya ragu…karena ternyata saya ada pengajian di Parakan pagi hari sampai jam 07.30.’’

Waduh mepet sekali. Perjalanan dari Parakan ke Pendopo sekitar 20 menit, dari Pendopo ke Kamloko sekitar 30 menit. Belum lagi mempersiapkan ini itu, sebelum berangkat ke Kemloko.

‘’Wah..mepet sanget njjih… mungkin paling tidak pak Hasyim bisa ke Kemloko meskipun cuma sebentar,’’ jawab saya.

Agak lama lagi belum ada jawaban. Begitu mobil melintas KM-80, kriingg…. Oo..pak Hasyim telepon. Inti dari pembicaraan telepon itu adalah pak Hasyim tetap akan ke Kemloko, sampai di sana diperkirakan pukul 08.15, dan nanti pukul 09.00 harus segera turun dan langsung ke Grabag.

Saya segera sampaikan kabar gembira ini ke teman-teman Cemani, bahwa pak Hasyim pasti ke Kemloko. Melegakan. Kalaupun kemudian pak Carik masih minta dibuatkan surat, oke saja, yang penting semua bisa lega bahwa pak Bupati yang ditunggu-tunggu rakyat Kemloko bisa hadir.

Tawar menawar dan jaminan bahwa masyarakat kemloko akan hadir pukul 08.00 itulah arti senyum yang dimaksud di atas.

Sekitar pukul 20.30 kami pun pamitan. Siap-siap menuju Kemloko esok paginya…

(bersambung)

Berbagi Lewat kadang Peduli (1)

‘’Ayo potet-potret ndisik…,’’ teriakan halus mbak maya itu seolah menyihir siapapun yang berada di ruang depan di rumah Suronatan itu untuk keluar bersama. Dalam waktu sekejab, secara naluriah, masing-masing sudah pasang aksi agar kelihatan bergaya saat difoto.

Ya…sebelum berangkat sesuai dengan job-desk dan lokasi yang sudah ditetapkan, semua kadang yang hadir pagi itu berfoto bersama. Momen pertemuan seperti itu memang tidak selalu hadir, jadi tepat rasanya jika diambil foto bersama untuk kenang-kenangan.

Pagi itu, Sabtu 3 Desember 2011, merupakan pagi koordinasi dan konsolidasi untuk pelaksanaan Kadang Peduli 2011 di hari pertama. Tak kurang dari 32 kadang hadir, sebagian besar dari Jadebotabek, dan sebagian lain dari Semarang, Yogyakarta, Purwokerto, dan Temanggung.

Ada yang sampai di Temanggung sejak Jumat pagi, ada yang Jumat siang, sore, bahkan malam, ada pula yang Sabtu pagi langsung ke Suronatan. ‘’Saya nunut mandi ya mas,’’ kata mas Eli sambil menyeret koper kecil yang berisi pakaian. Rupanya dia bersama mas Joni baru datang langsung dari Jakarta dan belum sempat mandi.

Sejak pukul 07.00 poro kadang sudah mulai berdatangan. Kemudian sambil menunggu lengkap, di meja-meja kecil di ruangan depan seluas 9x10 meter itu tersedia ketan kinco dan ‘gandung’. Makanan tradisional itu tambah lengkap manakala mas Dani Susiharto datang membawa setampah makanan ‘rakyat’, ada jagung, sawut, dll.

Sekitar pukul 08.00, ketika sudah banyak yang datang, sarapan digelar. Siapa yang sudah hadir dipersilakan sarapan duluan. Sebagaimana tahun lalu,, makanan wajib yang disajikan adalah empis-empis dan gudeg. Empis-empis tempe hasil masakan sendiri, sementara gudeg dari mbok benik yang buka warung tiap pagi tanpa pernah libur di alun-alun.

‘’Ting..ting..ting..ting…,’’ bunyi gelas yang sengaja saya pukul pelan dengan sendok untuk menarik perhatian.

‘’Kurang seru..,’’ kata mas Topo ketika melihat bahwa poro kadang amsih sibuk dengan urusannya masing-masing.

‘’Ting! Ting! Ting!…’’ saya ulangi dengan lebih keras.

‘’Rekan-rekan semua, waktu sudah makin dekat, mari kita lakukan koordinasi dengan mendengarkan laporan persiapan dari masing-masing koordinator. Silakan mas Punto untuk memimpin koordinasi ini,’’ begitu mas Topo membuka pertemuan ini.

Saya segrra membuka pertemuan informal tersebut dengan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi dan kehadiran poro kadang untuk berbagi dengan masyarakat Temanggung. Kemudian satu persatu koordinator lapangan melaporkan persiapan sekaligus membrifing tentang apa yang harus dilakukan oleh para pemberi materi dan motivator.

‘’Pelatihan entreprener siap dilaksanakan,’’ kata mas Dani. Pelatihan ini dilakukan di kecamatan Gemawang. Pemberi materi boleh dibilang lengkap, ada mas Dani yang sekaligus sebagai komandan, ada mas Gus Sur, mbak Maya, mas Nurwanto, dan mas Yudono. Mbak maya dan mas Yud yang merupakan ‘tamu kehormatan’ di pelatihan ini akan berbagai masalah perbatikan dan pendanaan.

‘’Pelatihan menulis guru juga siap, sesuai jadwal,’’ kata mas Irfan, koordinator pelatihan. Ini kali kedua mas Irfan menggawangi pelatihan guru, sehingga sudah tidak nunak-nunuk lagi dalam mengkoordinasi persiapan, termasuk melakukan kontak langsung dengan penghubung di Temanggung, mas Hendro Martono. Pemberi materi di pelatihan ini adalah mas Bambang Indriyanto, petinggi di Diknas, mas Arie Saptadi, sang novelis, dan Susi Ivvaty, wartawan Kompas.

Bu Nana yang akan memberikan pelatihan pengolahan hasil pangan juga sudah siap. ‘’Nanti pak bupati yang akan membuka pelatihan ini. Kalau ada dari FIKT nanti juga ikut mbuka, dan yang penting disampaikan bahwa pelatihan ini merupakan kegiatan FIKT, ‘’ begitu kata bu Nana.

Yang seru adalah mas Khumedi. Dalam sejarah kegiatan motivasi, baru kali ini dilakukan serentak di tujuh sekolahan. Dinamika pelasakanaan sudah terjadi beberapa hari sebelum hari-H yakni soal jadi tidaknya sekolah yang akan diberi motivasi terus menggelinding. Ini memang terkait dengan ulangan umum yang sedang dilaksanakan di SMA, sehingga satu SMA membatalkan, dan satu SMA mengundurkan waktu pelaksanaan, yang semestinya pukul 09.00 menjadi pukul 11.

‘’Tapi insyaAllah semua sudah ok. The show must go on,’’ kata mas Khum sambil membagi-bagi pedoman umum dalam memberikan motivasi siswa. Dalam pedoman itu pemberian motivasi dilakukan secara interaktif, dua arah, dan sersa alias serius tapi santai, sehingga siswa tidak merasa tegang.

Mas Widodo yang mengomandani pendirian perpustakaan juga sudah siap tempur. ‘’Dari sini saya menuju Karangwuni untuk mematangkan persiapan peresmian nanti jam satu. Sorenya saya akan ke Kemloko untuk mempersiapkan peresmian besok, lha ono pak bupati je..’’ kata mas Widodo. Tahun lalu mas Widodo disibukkan pembukaan tiga perpustakaan, tahun ini kesibukannya sedikit berkurang karena hanya dua perpustakaan. Bedanya, tahun kemarin tidak ada yang diresmikan bupati, sedangkan tahun ini ada.

Terakhir adalah penjelasan dari mas Said soal pelatihan perpustakaan digital. Ini memang program tambahan yang tidak direncanakan. Berawal dari sms mas Said soal pentingnya perpustakaan digital untuk Temanggung, saya kemudian menghubungkan dengan mas Bambang Edhi, kadinas Arsip dan Perpustakaan. Terjadilah komunikasi antara mas Said dan mas Bambang yang berakhir dengan pelaksanaan pelatihan perpustakaan digital

Semestinya ada enam kegiatan (diluar perpustakaan digital) yang dilaksanakan hari Sabtu ini, yakni pelatihan entrepreneur, pelatihan menulis guru, pelatihan pengolahan hasil pertanian, motivasi siswa, pembukaan perpustakaan, dan pelatihan fotografi untuk siswa. Sayang pelatihan fotografi tidak bisa dilakukan serentak, karena masalah ulangan umum tadi. Pelatihan fotografi diundur menjadi hari Minggu.

***

Pukul 09.05 saya sampai di gedung Ketahanan Pangan, sebuah gedung yang terletak antara Kerkop dan pom bensin lama (sekarang kantor Telkom). Di situ saya menemani bu Nana yang akan memberikan pelatihan pengolahan hasil pertanian. ‘’Alhamduylillah iki minat masyarakat Temanggung kon gede banget…biasane peserta pelatihan seperti ini pesertane 40-50 iki kok sampai satus,’’ kata bu Nana.

Ketika tiba di lokasi, semua peserta sudah siap. Tapi karena yang membuka nanti adalah pak Bupati, maka kamipun menunggu kedatangan pak Bupati yang pagi itu acaranya sangat padat. Sekitar pukul 10.00 pak Bupati datang, langsung masuk ke ruangan, dan pembukaan acara pun dimulai.

‘’Program FIKT itu ada tiga sektor, yaitu paguyuban atau kumpul-kupul, soaial, dan partnership dengan Pemda. Kegiatan pelatihan ini merupakan gabungan antara sosial dan partnership,’’ begitu yang saya sampaikan dalam pembukaan. Ini sesuai pesan bu Nana, bahwa pelatihan ini merupoakan kerja dari FIKT, meskipun dalam backdrop tidak ada logo FIKT yang tertempel.

Pak Bupati dalam pembukaan banyak mengungkap tentang keberhasilan Temanggung sebagai daerah yang surplus jagung dan beras. Selain itu juga menyinggung betapa pentingnya memberikan nilai tambah kepada produk pertanian. ‘’Telo nek didol mentahan regane murah, tapiu nek wis di iris-iris terus digireng, regone iso berlipat-lipat,’’ kata pak Bupati menerangkan betapa tingginya harga sebuah barang jika sudah diberi nilai tambah.

Begitu pembukaan selesai, saya langsung menuju ke tempat pelatihan penulisan guru di SMK 2. Tiba di sana mas Bambang Indri sedang memberikan materi tentang menulis karya ilmiah. Pesertanya adalah guru-guru SD terutama yang berada di pelosok. Karena mereka inilah yang jarang tersentuh oleh berbagai pelatihan. Mereka pun tampak antusias. DI situ sempat ngobrol sama mas Irfan dan mas Arie Saptaji yang sesi siang nanti akan memberikan materi menulis sastra.

Tak lama di situ, saya meluncur ke gedung perpustakaan daerah. Niatnya pengen lihat pelatihan untuk perpustakaan digital, tapi sampai lokasi acara sudah selesai. ‘’Baru saja selesai mas, peserta melebihi undangan, snack katanya sampai kurang,’’ kata mas Said. Alhamdulillah.. Karena acara sudah selesai, saya balik lagi ke pelatihan menulis guru, sambil tak lupa membawa besekan untuk makan siang.

Begitu sampai di SMK-2, langsung koordinasi sama mas Bambang Indri untuk meluncur ke Kabupaten. DI sana akan dilakukan pemutaran film ‘Mestakung’ yang intinya untuk memberikan pelajaran karakter buat siswa. Ini juga program yang kebetulan berbarengan dengan Kadang Peduli. Di acara itu, Dedi ‘Miing’ Gumelar’ akan hadir. Beberapa hari sebelumnya saya sudah sms-an sama mas Miing ini yang intinya jiia waktunya memungkinkan akan saya ajak keliling melihat kegiatan yang FIKT lakukan.

Saya dan mas Bambang Indri sampai duluan di kabupaten. Setelah beberapa saat ngobrol dengan pejabat Diknas di Temanggung, mas Miing datang dengan rombongan yang terdiri atas pemain dan sutradara dari film Mestakung.

‘’Mas anif kok bisa di sini?’’

‘’Saya kan asli Temangghung mas… Ini mas Bambang Indri senior saya…’’

‘’Oo gitu.. lha kalau mas Anif ini senior saya di Republika,’’ kata mas Miing ke mas Bambang Indri.

‘’Mas miing kan juga seniornya mas Bambang Indri… Jadi kita saling seniorlah,’’ jawab saya disambut derai tawa bersama…hahahahaha.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, kami sholat luhur bersama di mushola. Begitu selesai sholat pak wakil bupati sudah menunggu. Sedikit basa-basi, akhirnya mereka menuju ke rungan untuk menonton film. Saya sendiri harus pamitan karena harus meresmikan perpustakaan ‘Kadang Ulum” di Karangwuni, Pringsurat.

Saat itu sudah pukul 12.40, sementara jadwal peresmian pukul 13.00. Mau tidak mau agar tidak terlambat, mobil harus dipacu agak kencang, meskipun hujan turun dengan derasnya. Beruntung teman sepermainan saya waktu di kampung dulu, Agus Polo, mau mengantar kesana-kemari, sehingga saya bisa konsentrasi ke kegiatan, tidak terganggu masalah sopir-menyopir.

Tepat pukul 13.00 saya sampai Karangwuni. Lho?? Kok masih kosong? Rupanya mas Widodo, mas Joni, dkk menunggu di rumah sebelah masjid, sementara saya langsung menuju perpustakaan. Pantas kok sepi. Tapi masyarakat Karangwuni juga belum tampak sama sekali, kecuali satu dua anak muda yang nantinya akan mengurus perpustakaan tersebut.

Ketika masuk ke perpustakaan yang belum diresmikan itu, ada beberapa anak yang sudah melihat-lihat buku. Sebagian besar buku masig plastikan, sehingga mereka hanya menatap sampul-sampul buku. Saya ambil tiga set ensiklopedia, saya buka plstiknya, dan saya berikan ke anak-anak itu untuk membaca. Senang melihat betapa antusiasnya anak-anak itu membuka-buka buku dan mengamati gambar-gambar yang ada dibuku.

Acara baru dimulai pukul 14.10. Kepala desa dan juga mantan kepala desa hadir, tak terkecuali ulama dan tokoh masyarakat lain. Di situ juga ada mas Budi yang menjadi kontak person untuk pendirian perpustakaan ini. Hadir juga mas Bambang Edhi, kadinas Arsip dan Perpustakaan. Pak camat yang kita undang tidak bisa hadir karena masih berduka, putra kesayangannya meninggal karena kecelakaan lima hari yang lalu.

‘’Terimakasih kepada FIKT yang memberikan perhatian kepada desa kami untuk didirikan perpustakaan,’’ kata kepala desa Karangwuni yang tidak pernah lepas dari asap rokok. Mantan kepala desa juga mengatakan hal serupa, dengan sedikit menceritakan bahwa ketika dia menjadi kepala desa, perpustakaan di Kawangwuni pernah menyabet sebagai juara-2 propinsi.

Persemian dilakukan dengan membuka selubung atau tepatnya korden yang tadinya menutup papan nama. Selama peresmian tersebut, hujan nyaris tidak pernah reda. Dalam kondisi hujan itu pula acara selesai, dan masing-masing pulang ke rumah untuk beristirahat, karena malamnya akan dilakukan silaturahmi dengan pak Bupati di pendopo.

(bersambung…)