Thursday, May 8, 2014

Platform Ekonomi Syariah Capres

Oleh Anif Punto Utomo

Sampai detik terakhir artikel ini ditulis, nama calon presiden (ca pres) masih bertengger pada tiga nama, yakni Aburizal Bakrie, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto. Partai Demokrat yang sedang mengutak-utik kemungkinan membuat poros baru, belum menentukan siapa capres yang akan diusungnya.

Masing-masing capres sudah siap dengan platform ekonomi untuk membangun bangsa. Platform tersebut bisa di lihat dari platform partai yang menjadi pengusung pencapresan mereka. Semua bertujuan sama, untuk membangun kemakmuran bangsa secara adil, hanya saja detil program bervariasi sesuai dengan ideologi dan garis partai.

Aburizal yang diusung Partai Golkar me netapkan apa yang mereka namakan Visi Indonesia 2045: Negara Kesejah teraan. Kemudian Joko Widodo berpegang pada platform PDIP yang bertolak dari ajaran Trisakti dari Bung Karno yakni berdaulat secara politik, berdikari se cara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sedang Prabowo terlihat di platform Partai Gerindra dengan program “6 Program Aksi Transformasi Bangsa”.

Dari program ekonomi yang ditawarkan oleh para capres itu, nyaris semuanya mengerucut pada kemandirian ekonomi dan ekonomi rakyat. Kemandirian memang menjadi isu penting manakala hampir seluruh perekonomian kita saat ini dikuasai asing. Mulai dari perbankan, pertambangan dan migas, pasar ritel, barang konsumsi, bahkan komoditas pangan pun dikuasai asing. Pereko nomian kita telah terjebak pada paham neolib.

Ekonomi rakyat juga isu yang tak kalah penting manakala pertumbuhan yang diagung-agungkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak dinikmati rakyat, bahkan membuat kesenjangan akut. Dengan indeks gi ni yang 0,413 maka rezim SBY telah menciptakan kesenjangan terparah sepanjang republik ini berdiri. Persentase orang miskin yang 11,37 persen juga masih lebih tinggi dibanding masa ke jayaan Orde Baru yang pada Maret 1996 sudah 11,30 persen.

Dari platform yang disampaikan, ketiga capres menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak berpihak kepada rakyat kecil. Mereka ingin mengoreksi kebijakan-kebijakan yang selama ini justru menjauhkan rakyat dari kesejahteraan, kebijakan yang tidak prorakyat. Mereka ingin mengedepankan keadilan dalam pertumbuhan.

Kemakmuran yang dinikmati bersama. Apakah platform itu sudah memadai? Dalam konteks membangun negara secara umum, platform ketiganya sudah mencukupi. Tetapi, sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, rasanya ada yang kurang. Kenapa tidak ada yang membawa platform ekonomi syariah?

Di dalam hukum Islam, semua boleh dilakukan kecuali yang dilarang. Sementara di ekonomi Islam ada tujuh hal yang tidak dibolehkan yang biasa dising kat MAGHRIB, yakni maisir (spekulasi), aniaya (zalim), ghahar (tidak jelas underlying), haram, riba, iktinaz (penimbunan uang) dan bathil (tidak memenuhi rukun dan syarat).

Porak porandanya perekonomian dunia pada 2008 yang dimulai dari runtuhnya ekonomi Amerika tidak lain ka rena mempraktikkan apa yang dilarang dalam ekonomi Islam tersebut. Mereka melakukan transaksi spekulasi, melaku kan bisnis tanpa underlying, memprak tik kan per bankan riba, melakukan bis nis yang ha ram, dan sebagainya. Krisis ekonomi di Indonesia pada 1998 sebagi an juga karena melanggar tujuh larang an tersebut.

Pada dasarnya, ekonomi Islam dibangun berdasarkan landasan moral dan etika. Dari situ kemudian terbangun pilar-pilar ekonomi berupa keadilan, keseimbangan (riil dan moneter) dan trans paransi. Di situlah kekuatan ekonomi Islam yang jika direnungkan sebetulnya konsep ekonomi Islam ini universal, bisa diterapkan di manapun dan oleh siapa pun.

Itu terbukti dengan fenomena naiknya ghirah ekonomi Islam di dunia dalam dua dekade bekalangan ini. Kini negara-negara Barat yang notabene non- Muslim sedang berlomba-lomba menjadi pusat keuangan syariah seperti London, Luksemburg, dan Australia. Mereka secara perlahan mulai menerapkan ekonomi syariah dalam berbisnis.

Melihat fenomena ekonomi syariah yang luar biasa tersebut, mengapa tidak ada satu pun capres yang berani membuat platform ekonomi syariah? Padahal, ekonomi syariah jauh lebih sempurna, karena bukan hanya memandirikan eko nomi dan menyejahterakan rakyat, te tapi juga membuat kehidupan aman dan nyaman.

Haruskan partai Islam bersatu mengusung capres untuk membawa platform ekonomi syariah? Dengan jumlah suara gabungan 32 persen memungkinkan untuk maju. Tetapi tak mudah, selain karena tidak memiliki figur kuat, pengalaman selama ini justru masing-masing partai Islam lebih nyaman bergabung dengan partai nasionalis.

Poros Indonesia Raya yang digagas Amien Rais yang mengoalisikan partai Islam dan nasionalis sebetulnya memberi peluang partai Islam lebih berperan sehingga bisa mengusung platform ekonomi Islam. Tapi, gagasan itu menguap di tengah jalan. Ekonomi syariah secara teoritis akan membawa bangsa ini menuju negara yang adil, makmur, dan kesejahteraan yang merata. Sayang, tak ada capres yang meliriknya. ¦

Anif Punto Utomo, Direktur Indostrategic Economic Intelligence

Dimuat di Opini Republika esisi 3 Mei 2014

1 comment:

  1. Semoga Ekonomi Islam mampu menjadi rahmatan lil 'alamin dengan mengedepankan "substance over form". Tulisan yang sangat menarik. Kami selalu membahasnya di kelas2 ekonomi dan keuangan Islam di kampus kami. Semoga kami mampu mensosialisasikan dan menemukan format yang ideal untuk menggantikan unsur MAGRIB di sektor perekonomian dan keuangan Indonesia. Aamiin. Salam kenal Dian Masyita.

    ReplyDelete