Monday, July 28, 2008

Sebuah Potret Jurang Kesenjangan

Berbicara tentang Indonesia, sekali waktu bicara yang ’indah-indah’. Tidakmelulu kemiskinan dan kesulitan hidup. Coba kita tengok Jakarta. PadaJuni-Juli ini ibukota negeri ini menggelar Great Jakarta Sale. Betul,sebuah program diskon besar-besaran sebagaimana layaknya Singapore Great Sale.

Salah satu mal termewah di Jakarta mengelar ’Midnight Sale’ yang berlaku mulai pukul 21.00-24.00. Dengan diskon hingga 70 persen, sambutan dari masyarakat kelas atas luar biasa. Parkir mal yang mampu menampung lebih dari seribu mobil penuh, jalan disekitar mal macet. Antrean dikasir pun tidak mau kalah, berderet dan antre belasan meter.

Harga barang, baju, celana, dll yang ratusan ribu hingga jutaan rupiah itularis bak kacang goreng. Tak ketinggalan, bantal pun menjadi rebutan,bahkan ada yang bersedia menunggu pengambilan bantal yang masih di gudang.Padahal setelah didiskon pun, harga bantal itu masih Rp 350 ribu.

Rupanya kelas atas pun masih haus juga dengan harga diskonan. Tapi bukan itu poinnya. Melainkan bahwa kelas menengah atas di Indonesia, khususnya Jakarta semakin banyak jumlahnya. Muncul orang-orang kaya baru bersamaan dengan membaiknya perekonomian. Mereka telah menikmati kue perekonomian dengan porsi lebih tinggi dibanding masyarakat lainnya.

Munculnya orang kaya baru itu juga dibuktikan dengan data dari WorldWealth Report (WWR) yang dirilis akhir Juni silam. Dari data tersebutterlihat bahwa pertumbuhan jutawan di Indonesia cukup tinggi, yakni 16,8persen, sehingga jumlahnya menjadi 23 ribu orang. Indonesia masuk dalamlima besar pertumbuhan jutawan tertinggi bersama dengan Cina, India,Korea, dan Brasil.

Berapa kekayaan jutawan itu? Menurut WWR yang masuk dalam kriteria jutawana dalah mereka yang memiliki kekayaan di atas 1 juta dolar atau sekitar Rp9,2 miliar, diluar aset tak bergerak seperti rumah, apartemen, perhiasan,mobil dll. Jadi yang dihitung lebih pada berapa simpanan bank, saham dan reksadana yang dimiliki, kekayaan lain yang sifatnya cair.

Sebetulnya kalau dilihat dari kepemilikan uangnya, mereka bukan lagi jutawan, melainkan miliader karena kekayaannya sudah miliaran rupiah.Tapi, sepertinya penyebutan itu tak penting-penting amat, yang sudah jelas mereka orang kaya. Justru yang lebih penting adalah darimana mereka bisamemiliki kekayaan begitu banyak.

Menurut laporan lembaga tersebut, para jutawan tersebut muncul kebanyakan dari para pemain di bursa saham. Kapitalisasi saham dan harga saham yang meningkat telah menciptakan generasi jutawan baru di berbagai negara,terutama India, Cina, dan Indonesia. Selain itu tentu saja tidak lepas karena pertumbuhan ekonomi yang relatif mantap di negara-negara tersebut.

Pertanyaanya, mengapa pertumbuhan jumlah jutawan tersebut hampir tiga kali lipat pertumbuhan ekonomi kita yang 6,4 persen pada tahun lalu? Sepertid ianalisis oleh lembaga tadi, munculnya jutawan baru tersebut banyak didorong oleh kinerja bursa yang mencengangkan, sehingga mereka yangbermain di bursa yang memperoleh kekayaan lebih. Dan kita tahu, tahun lalupeningkatan bursa hampir dua kali lipat.

Jutawan baru itu juga lahir karena pertumban ekonomi yang cukup baik tahun silam. Tapi dengan tingkat pertumbuhan orang kaya yang jauh melebihi pertumbuhan ekonomi, menjadi bukti bahwa kue pertumbuhan ekonomi tidak merata dinikmati masyarakat. Mereka yang kaya, meskipun jumlahnya hanya sedikit, memperoleh kue yang lebih besar dibandingkan masyarakat kecil yang jumlahnya puluhan juta.

Namun barangkali ada yang lolos dari pengamatan WWR, khususnya diIndonesia. Karena hampir pasti mereka tidak memasukkan koruptor-koruptor baik para yudikatif, legislatif, ataupun eksekutif. Mereka memiliki kekayaan tunai yang luar biasa besar dan menembus batas 1 juta dolars sebagaimana kriteria jutawan versi lembaga ini.

Di yudikatif, kita lihat Jaksa Urip Tri Gunawan. Dari satu kasus saja dia menerima sogokan Rp 6 miliar dari Ayin, yang ditengerai sebagai uang jasa atas dibatalkannya kasus BLBI. Dengan asumsi dua kasus besar saja yang dia pegang, maka kekayaannya sudah menembus kriteria jutawan versi WWF. Masihbanyak teman-teman Urip yang memperoleh kekayaan dari langkah serupa.

Kemudian legislatif, sang anggota dewan yang terhormat. Anggota DPR Buyan Royan yang ditangkap tangan bersama istrinya, membawa uang suap Rp 700juta. Itu suap tahap pertama karena total dijanjikan Rp 1,4 miliar. Kalau ada tujuh masalah yang dia peras, Buyan pun masuk dalam jutawan baru tersebut. Masih ada juga Al Amin, ada Hamka Yandu dan anggota DPR yang membagi-bagi uang korupsi dengan rekan-rekannya.

Dari kursi eksekutif, kita coba lihat mantan bupati Kutai Kertanegara Syaukani Hasan Rais. Dari persidangan dia terbukti melakukan korupsi Rp120 miliar. Belum lagi bupati Kendal Hendy Budoro yang menilep uang rakyat Rp 16,8 miliar. Ada juga bupati Pemalang, M Machroes yang melakukan korupsi Rp 26,5 miliar. Mereka tentu saja masuk dalam kriteria jutawan tersebut.

Barangkali dari 23 ribu jutawan yang ada di Indonesia, sebagian adalah para koruptor, para korupwan, yang telah merusak sendi-sendi moral dan ekonomi negara. Anggota DPR saja ada 550 orang, kalau separo saja yangberbuat seperti Buyan dkk itu, berarti sudah ada 275 orang yang masuk dalam daftar jutawan. Belum lagi jaksa, belum lagi polisi, belum lagip egawai bea cukai, belum lagi pegawai pajak, dll.

Betapa kayanya orang Indonesia juga bisa dibuktikan bahwa ada 400 ribu unit apartemen di Australia dimiliki orang Indonesia. BUkan itu saja, diSingapura 100 ribu unit apartemen dimiliki juga oleh orang Indonesia,sedangkan di Kuala Lumpur tak kurang dari 25 ribu unit.

Berapapun jumlahnya, dari manapun kekayaannya, entah hasil kerja keras,entah kerja meras, entah korupsi, entah jutawan beneran atau korupwan, mereka telah menikmati kehidupan yang gemilang alias bergelimang dengan uang. Mereka adalah sebagian kecil dari sekian juta penduduk Indonesiayang bisa menikmati indahnya kekayaan.

Tapi, memang tidak lengkap kalau kita tidak membandingkan dengan kenyataan lain di negeri ini, yakni rakyat miskin yang harus hidup dengan Rp 182ribu per bulan. Data terbaru, Maret 2008 jumlah penduduk miskin atau miskinwan 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen. Turun dibanding Maret 2007 yang 16,58 persen atau sekitar 36,17 juta.

Jangan berbangga dulu, juga jangan terkelabui dengan penurunan tersebut. Dapat dipastikan, pada Juli ini kalau ada survei dari BPS jumlah orang miskin tersebut akan kembali membengkak karena efek dari kenaikan bahanbakar minyak (BBM). Biasanya setiap kenaikan BBM akan menjadikan jumlah penduduk miskin makin banyak.

Kita lihat saja, ada berapa banyak bayi dan anak-anak yang kekurangan gizi. Di Jogja misalnya, 10,9 persen bayi mengalami kekurangan gizi. Di Jakarta tak jauh beda. Bayi-bayi kurus dengan kepala besar sering menghiasi halaman muka surat kabar. Bahkan ada beberapa bayi kekurangan gizi yang meninggal.

Belum lagi larisnya nasi aking atau nasi basi, yang dimakan sebagai pengganti nasi beneran. Beberapa ibu-ibu yang tadinya beli susu untuk anak, terpaksa mengganti dengan tajin karena susu mahal. Banyak rakyat yang makan hanya sekali sehari. Itu semua pertanda bahwa kemiskinan meningkat. Beberapa lembaga penelitian memperkirakan jumlah rakyat miskin akan menjadi 40 juta tahun ini.

Begitulah. Jumlah jutawan tumbuh luar biasa, jumlah orang miskin tumbuh signifikan. Ketika jutawan dan kemiskinan sama-sama tumbuh, maka yangt erjadi adalah kesenjangan. Itulah potret negeri ini. Sebuah potret yang harus segera direkontruksi.

Dimuat di Repulika 28 Juli 2008

No comments:

Post a Comment