Wednesday, August 6, 2008

BUMN bukan Sapi Perah


BUMN atau badan usaha milik negara merupakan badan usaha yang dimiliki oleh negara. Siapa yang lantas berkuasa atas BUMN itu? Pemerintah. Dalam posisi seperti itu maka BUMN sering dijadikan sebagai sumber pendanaan bagi kepentingan pemerintahan yang sedang berkuasa.

Tapi bukan cuma pemerintah atau eksekutif saja yang menjadikan BUMN lumbung dana, para anggota legislatif pun tidak mau tinggal diam, mereka tidak mau kalah. BUMN juga mereka jadikan sapi perah untuk kepentingan pribadi dan partai para anggota dewan tersebut. Entah dia dari partai pendukung pemerintah maupun oposisi.

Antara pengelola BUMN dan politikus, terjalin suatu hubungan yang simbiosis mutualisme, suatu hubungan yang saling menguntungkan. Para politikus membutuhkan uang untuk menggerakkan mesin politiknya, sementara para pengelola BUMN membutuhkan keamanan agar kedudukannya tidak terancam.

Eksekutif memiliki kekuasaan langsung untuk mendudukkan atau mencopot seseorang di kursi empuk pengelola BUMN, karena itu mereka harus dilayani dengan sepenuh hati. Begitu pula legislatif, meskipun mereka tak punya kekuasaan langsung tetapi mereka bisa menghabisi karir seseorang di ruang sidang DPR, sehingga harus pula diberi setoran.

Dalam sejarahnya, BUMN memang menjadi sapi perah bagi partai-partai politik. Dengan kekayaan yang besar dan pengawasan yang kurang optimal, miliaran rupiah bisa mengalir dengan lancar ke partai politik. Bisa secara langsung maupun tidak langsung lewat berbagai tender-tender yang direkayasa.

Menjelang Pemilu 2009 ini, situasi sudah mulai memanas. Masa kampanye sudah dimulai, sehingga partai-partai sudah mulai melakukan sosialisasi berikut mengobral janji. Tentu dibutuhkan banyak biaya untuk melakukan kampanye, dan salah satu yang jadi incaran untuk pendanaan adalah BUMN.

Bagi partai besar, bisa saja mereka menjanjikan bahwa jika nanti mereka memegang pemerintahan, direksi atau pengelola yang sekarang akan dipertahankan. Bagi partai kecil tak mau kalah dalam mengumbar janji, setidaknya mereka tidak akan mengganggu para direksi tersebut kelak.

Dalam situasi seperti itu, tepat sekali pernyataan Menteri Negara BUMN Sofyan Jalil yang melarang BUMN memberikan dana kepada partai politik menjelang Pemilu 2009. Dia mewanti-wanti bahwa direksi jangan coba-coba untuk mengambil dana dari kantong perusahaan untuk politik, kalau mau berkontribusi ke politik pakai uang sendiri.

Meskipun untuk memberikan dana ke partai politik saat ini tak semudah dulu lagi, karena adanya pemeriksaan yang intensif dari Badan pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tapi pernyataan Sofyan tetap penting. Sebagai penguasa dari BUMN dia bertanggungjawab atas apa yang terjadi di BUMN.

Kita perlu terus mengingatkan bahwa BUMN adalah milik negara yang pada ujungnya adalah milik rakyat. BUMN bukan milik pemerintah yang berkuasa, BUMN bukan milik partai politik. Karena itu pengelolaan BUMN harus profesional, tidak memihak kepada kepentingan tertentu, tidak disetir kelompok tertentu. BUMN bukan sapi perah. @

Dimuat di tajuk Republika 25 Juli 2008

No comments:

Post a Comment