Wednesday, August 6, 2008

Jangan Pandang Bulu

Negeri ini sudah terlalu dalam terperosok dalam jurang kemiskinan, ketidakberdayaan, dan ketidakmandirian. Penyebabnya, karena para pengelola negara selama ini lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dimana salah satu ujungnya adalah: korupsi.

Korupsi telah menyandera kita sehingga kekayaan alam yang melimpah ruah diberikan kepada negeri ini tidak mampu memakmurkan rakyat Indonesia. Coba apa yang kita tidak punya, emas bertaburan, perak tersedia, timah tinggal ambil, minyak ada, batubara tersebar dimana-mana. Tapi kenapa 40 juta rakyat masih miskin.

Dalam pekan ini, korupsi mendominasi pemberitaan. Ada tentang vonis sang ratu suap, Artalyta Suryani, kemudian kasasi terhadap Syaukani Hassan Rais yang diputus dua kali lebih berat dari putusan pengadilan. Begitu juga penggeledahan rumah anggota DPR Yusuf Faishal yang memeras atas nama kasus Tanjung Api-api.

Tapi yang paling fenomenal adalah diungkapnya korupsi di DPR terkait dana Bank Indonesia oleh Hamka Yandhu yang melibatkan 52 wakil rakyat. Dan menjadi lebih menyedot perhatian lagi, karena dua dari wakil rakyat tersebut sekarang menjadi anggota kabinet, yakni Menteri Negara Perancana Pembangunan/Ketua Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan MS Kaban.

Dalam pengakuan Yandhu, tersangka penyuapan BI, Paskah menerima Rp 1 miliar dengan pemberian secara bertahap, empat kali. Kemudian Kaban kebagian Rp 250 juta. Semuanya diberikan secara kepada yang bersangkutan langsung oleh Yandhu, tanpa perantara.

Tentu hampir semua yang dikonfirmasi membantah, termasuk Paskah dan Kaban. Hak mereka pula untuk membantah bahwa dirinya tidak menerima uang suap dari BI tersebut. Lagi pula bukan hal yang aneh, semua koruptor yang sudah divonis, awalnya juga membantah bahwa dia telah melakukan korupsi.

Sebelum pengadilan membuktikan apakah kedua anggota kabinet itu melakukan korupsi atau tidak, kita tidak boleh memojokkan mereka. Dalam bahasa pers, maka pers tidak boleh melakukan trial by the press. Tapi bagaimanapun kita akan tetap menuntut bahwa kasus tersebut harus dituntaskan secara transparan dan fair.

Kita perlu mengingatka kepada Presidne bahwa anggota kabinet ibarat keluarga inti dari pemerintahan. Bersamaan dengan keinginannya untuk memberantas korupsi, maka presiden pun harus mensterilkan anggota keluarga intinya dari korupsi. Presiden harus memberi ruang lebar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa mereka.

Ini ujian bagi pemerintah, termasuk juga bagi KPK. Selama ini KPK memang telah berbuat cukup banyak dalam memberantas korupsi. Bupati dan gubernur sudah ada yang ditahan, mantan kapolri sudah dijeloska ke penjara, mantan menteri sudah pula divonis korupsi. Kini tinggal menguji, apakah KPK berani memberantas korupsi mereka yang masih aktif di kabinet.

Untuk itu, KPK sendiri seperti dikatakan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, harus segera memeriksa dan menentukan status Paskah dan Kaban, apakah terlibat atau tidak. Karena jika berlaru-larut akan menganggu jalannya pemerintahan, apalagi keduanya dari partai sehingga sudah mulai sibuk dengan kampanye.

Selalu akan ada rintangan, termasuk dari partai kedua anggota kabinet itu. Bagaimanapun partai mereka adalah partai pendkung pemerintah. Tapi sudah saatnya kepentingan hukum disterilkan dari kepentingan politik. Saatnya hukum berdiri di atas segalanya.

Korupsi telah menjadi musuh kita bersama. Jadi siapapun yang melakukan korupsi tidak perlu segan, tidak perlu khawatir, tidak perlu takut untuk menindaknya. Korupsi telah menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia, maka siapapun yang melakuan korupsi harus ditindak dengan tegas, tidak peduli menteri atau siapaun. Tak perlu pandang bulu.

Dimuat di Tajuk Republika 31 Juli 2008

No comments:

Post a Comment