Wednesday, August 20, 2008

Peringkat

World Investment Report (WIR) 2003 membuat peringkat indeks kinerja Foreign Direct Investment (FDI) periode 1999-2001. Dari 140 negara yang dinilai, Indonesia menempati urutan 138, dua dibawahnya adalah Gabon dan Suriname. Periode 1994-1996 kita masih peringkat ke-52.

***
Human Development Report 2002 beberapa waktu lalu dipublikasikan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP). Dari 173 negara di dunia, kita harus tersipu melihat bahwa Indonesia berada di peringkat 110, di bawah Filipina, Cina, dan bahkan Vietnam.

***
Dari 185 negara yang disurvei mengenai country risk, Indonesia menempati urutan ke-150. Peringkat ini hasil dari kompilasi pemeringkatan di antaranya oleh Marvin Zonish & Associate (MZ+A), Standard & Poors (S&P), Moodys Investor Services (Moody), Economist Intelligence Unit (EIU), dan World Market Research Centre (WMRC). Di bawah kita ada Afghanistan, Burundi, dan Somalia.

***
Indonesia menempati urutan ketiga negara pembajak software. Hasil survei yang dilakukan Microsoft, dari total penggunaan software di sini, 88 persen di antaranya adalah bajakan. Urutan pertama dalam hal pembajakan ini adalah Cina dan kemudian disusul Vietnam.

***
Berdasarkan survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2002, Indonesia tercatat sebagai negara terkorup di Asia. Sementara indeks korupsi versi Transparency International (TI) menempatkan Indonesia di posisi ketujuh terkorup dari 102 negara.

***

Setiap ada pemeringkatan negara, Indonesia selalu berada pada titik ekstrim, kalau tidak di atas, ya di urutan buncit. Nyaris kita tak pernah 'banci' alias berada di posisi tengah. Posisi atas atau bawah sendiri sangat tergantung dari 'barang' apa yang diperingkat.

Jika pemeringkatan itu berkaitan dengan hal-hal yang baik, kita selalu berada di tempat bawah. Untuk indeks pembangunan manusia misalnya, maka Indonesia berada di urutan belakang. Tapi jika berkaitan dengan hal yang buruk, seperti korupsi atau pembajakan, kita selalu di lini terdepan.

Sudah sebegitu buruk rupakah kita sehingga setiap ada pemeringkatan negara, kita selalu berada di posisi yang tidak mengenakkan? Kenyataan memang begitu. Ketika yang diperingkat adalah kondisi negara secara keseluruhan, maka prestasi buruk yang didapat. Tapi kalau untuk perorangan, sesekali tertoreh kejutan menyegarkan.

Kita lihat peringkat pendidikan. Menurut Menko Kesra Yusuf Kalla, pendidikan Indonesia lebih buruk dari tiga dasawarsa silam, dan kini berada pada urutan 160 dunia dan urutan 16 di Asia. Tapi di tengah keterpurukan itu, prestasi individu terukir dengan berhasilnya Tim Olimpiade Fisika Indonesia menempati urutan pertama di Bangkok.

Bagaimanapun, jika melihat berbagai pemeringkatan yang dilakukan lembaga dunia, kita pantas prihatin. Di situ juga terlihat betapa berat tugas yang harus diemban oleh pemimpin dan para elite di negara ini. Sekumpulan tugas yang tak bisa hanya diselesaikan dengan retorika.

Tapi mungkin sebetulnya sederhana juga tugas pemimpin negeri ini, yakni membolak-balikkan peringkat. Peringkat korupsi yang tadinya di urutan teratas dibikin yang terbawah, peringkat kesejahteraan yang saat ini diurutan bawah menjadi urutan atas, dsb.

Sederhana diucapkan, namun tentu saja tak mudah dilaksanakan. Apalagi Indonesia saat ini terlanjur masuk dalam perangkap krisis multidimensi, mulai dari krisis ekonomi, politik, sosial, sampai moral. Terlalu banyak bias-bias yang akan ditemui di lapangan.

Sederhana atau tidak, yang pasti kita memerlukan pemimpin yang mampu menaikkan peringkat negara. Untuk itu, kita butuh orang yang memiliki peringkat tinggi dalam masalah kebersihan moral, ketegaran, ketegasan, dan kecerdasan.

Kita juga butuh pemimpin yang memiliki peringkat keihlasan yang tinggi. Karena itu, kita tidak perlu memaksa seseorang menjadi pemimpin jika dia merasa terbebani dengan urusan negara, sehingga akhirnya cuma mengeluh dan merasa pusing.@

Resonansi 24 September 2003

* Tulisan ini terinspirasi oleh berita mengenai peringkat Human Development Indeks yang baru saja dirilis

No comments:

Post a Comment