Wednesday, August 20, 2008

SUMUT

Kalau Anda punya uang Rp 200 juta atau Rp 400 juta, harus diinvestasikan untuk apa agar menguntungkan? Agak susah menjawabnya.

Ekonomi makro memang cukup stabil. Inflasi rendah, cadangan devisa tinggi, uang beredar terkendali, dan rupiah relatif stabil. Tapi ekonomi makro tak menjamin bergairahnya sektor riil, sehingga banyak yang bingung menginvestasikan uangnya.

Kita lihat bunga bank, saat ini bunga deposito hanya berkisar 3,0 persen sampai 8,5 persen. Kalau Anda punya dana puluhan miliar dan menjadi nasabah premium, paling diberi tambahan satu sampai dua persen.

Mau investasi di bursa, juga sedang buram atau istilah kerennya lagi bearish, terutama dalam tiga hari terakhir ini. Terpuruknya bursa internasional dan terkoreksinya laba Telkom telah merontokkan indeks bursa Jakarta.

Investasi di bisnis riil, juga tidak gampang. Banyak pengusaha kecil-menengah yang megap-megap karena situasi bisnis tak mendukung. Mereka yang bisnis percetakan, kurir ekspor, biro iklan, dll, sebagian besar mengeluh kesulitan mengembangkan pasar. Main tanah juga berisiko surat bodong.

Kalau sekarang ini, mungkin ada perkecualian, yakni bisnis yang berhubungan dengan lebaran seperti bengkel, jual beli mobil bekas, pakaian, sepatu, parsel, dll. Tapi ini sifatnya hanya sesaat, hanya temporer. Selesai lebaran, megap-megap lagi.

Meski begitu, jangan terlalu khawatir. Kalau Anda punya uang, peluang selalu ada saja di negara yang terkorup di dunia tapi tidak pernah ada koruptornya ini. Ladang investasi yang menggiurkan itu adalah menjadi wakil rakyat alias anggota DPR/DPRD.

Menurut Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) sebagaimana dimuat Media Indonesia, di wilayah Sumatera Utara (Sumut) untuk menjadi calon anggota DPRD Propinsi, parpol seperti PDIP dan Golkar memungut iuran Rp 200 juta-Rp 300 juta. Lantas untuk menjadi anggota DPR dipatok setoran Rp 400 juta.

Bagitu pula Partai Bintang Reformasi. Partai yang merupakan pecahan dari PPP itu mengaku bahwa calon legislatif (caleg) dari luar partai yang ingin masuk di urutan satu sampai lima diminta menyetor Rp 200 juta. Untuk kas partai, katanya.

Bagaimana prospek dari investasi tersebut? Hukum dalam dunia bisnis adalah high risk high return, investasi yang berisiko tinggi akan diperoleh pengembalian yang besar pula. Investasi di caleg ini, terutama untuk partai kecil, termasuk tinggi. Tapi, kalau mau, efek baliknya bisa berlipat ganda.

Kenyataan membuktikan bahwa menjadi dengan menjadi wakil rakyat, kesejahteraan bisa langsung melesat. Orang yang tadinya lantang-lantung dijalanan sebagai preman, begitu menjadi anggota DPRD langsung memiliki rumah mentereng dengan mobil sedan --sekalipun ada sebagian yang kemudian masuk bui.

Situasi ini mengingatkan pada pilihan lurah di wilayah Ciputat pertengahan 1990-an. Saat itu ada seorang calon lurah yang rela merogoh uang lebih dari satu miliar rupiah. Kenapa seberani itu? Karena saat itu sedang booming perumahan, sehingga pembebasan tanah marak. Tak sampai setahun, uang sudah kembali.

Jer basuki mowo bea. Begitu istilah Jawa yang artinya, untuk mendapatkan kemakmuran maka harus ada pengorbanan. Plesetannya, untuk mendapatkan jabatan di pemerintahan diperlukan pengorbanan berupa uang muka.

Sekarang ini, tipe plesetan itu yang kerap dipegang tegus. Untuk jadi anggota dewan harus setor ratusan juta, untuk jadi bupati atau walikota bisa miliaran rupiah. Untuk jadi gubernur harus tersedia belasan belasan miliar. Dan untuk jadi presiden, perlu triliunan rupiah.

Dalam dunia yang makin pragmatis dan serba hedonis ini maka uang banyak bicara. Tak salah kalau kemudian KIPP memberikan singkatan khusus buat para investor politik ini, yakni SUMUT. Jangan salah, SUMUT bukan singkatan Sumatera Utara, melainkan Semua Urusan Mesti Uang Tunai.@

Resonansi 12 Nopember 2003

* Tulisan ini terinspirasi oleh calon wakil rakyat yang harus membayar ratusan juta agar menjadi calon legislatif

No comments:

Post a Comment