Wednesday, August 20, 2008

Tanpa Terobosan

Seperti sudah diduga, tidak ada yang mengejutkan dalam Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan anggota DPR. Persentase alokasi anggaran untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Bahkan untuk target perekonomian sepertinya tak menyiratkan optimisme.

Total anggaran pendapatan memang mencatat rekor baru dengan menembus seribu triliun atau tepatnya Rp 1.022 triliun. Tapi defisit tetap masih ada Rp 99,6 triliun, karena belanja masih lebih besar. Sementara subsidi dianggarkan Rp 227,2 triliun, yang sebagian besar habis untuk subsidi BBM senilai Rp 101,4 triliun dan listrik yang Rp 60 triliun.

Barangkali yang baru adalah bahwa alokasi anggaran untuk pendidikan sudah mencapai 20 persen sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD. Tapi itu pun setelah sedikit direkayasa dengan memasukkan anggaran operasional untuk guru seperti gaji misalnya, sebagai bagian dari anggaran pendidikan.

Kemudian yang menggembirakan bagi sebagian masyarakat adalah naiknya gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan pensiunan sebesar 15 persen. Dengan begitu gaji terendah PNS nantinya Rp 1,72 juta. Semestinya kenaikan gaji tersebut juga disertai peningkatan kinerja PNS yang masih rendah, dan juga mengikis segala bentuk pungli dan korupsi.

Dari sisi ekonomi, target yang ditetapkan hanya moderat. Kita lihat pertumbuhan ekonomi dipatok 6,2 persen tahun depan, kemudian pertumbuhan investasi 12,1 persen. Dari situ nantinya produk domestik Bruto (PDB) total menjadi Rp 5.200 triliun sampai Rp 5.300 triliun. Tidak ada yang mengejutkan, datar-datar saja.

Semestinya, dalam kondisi bangsa yang sedang menuju kebangkitan seperti sekarang ini, tidak bisa diatasi dengan cara datar. Harus ada optimisme yang besar yang nantinya melandasi kebijakan yang lebih berani dan terukur. Harus ada keberanian membuat terobosan. Target rendah seperti itu juga tak memicu kita untuk kerja keras.

Padahal, bekal untuk optimis itu sedikitnya sudah terukir di pertumbuhan ekonomi 2008 semester pertama yang 6,38 persen. Di tengah resesi dunia dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pertumbuhan tersebut cukup menggembirakan dan menjadi modal besar untuk pertumbuhan di masa berikutnya.

Lagi pula, jika hanya dipatok 6,2 persen, bagaimana bisa mengurangi penganguran dan kemiskinan secara signifikan? Saat ini saja pengangguran yang terserap masih terbatas, karena pertumbuhan ekonomi banyak disokong oleh industri padat modal. Kalau pada masa lalu setiap satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 400 ribu tenaga kerja, kini hanya 200 ribu. Jadi selain target tinggi, kualitas pertumbuhan juga ditingkatkan.

Bahwa kemiskinan dan pengangguran sudah berkurang pada pemerintah sekarang, itu betul. Tapi pertanyaananya adalah apakah pengurangan itu sudah cukup. Apalagi di tengah kemiskinan yang masih membelit rakyat, ada segelintir orang yang kekayaannya makin bertambah dengan pesat. Ada ketidakseimbangan dalam pembagian kue pertumbuhan.

Ke depan, sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, perekonomian kita juga harus merdeka, harus bebas dari intervensi. Untuk itu, perekonomian kita harus maju dengan pertumbuhan yang tinggi disertai pemerataan yang memadai. Negara yang perekonomiannya kuat akan menjadi negara yang disegani.

Dengan pemerintah yang memiliki visi kuat dan menjalankan prinsip good governance, kita bisa menjadi besar dan disegani. Apalagi kita memiliki sumber daya yang melimpah. Tapi kita memerlukan akselerasi untuk segera mewujudkannya. Akselerasi ini perlu terobosan. Sayang, terobosan ini yang tidak terlihat dalam pidato presiden.

Dimuat di tajuk Republika edisi 16 Agustus 2008

No comments:

Post a Comment