Friday, August 22, 2008

Pengakuan Agus Condro

Mengaku menerima suap. Tidak banyak yang berani melakukan, karena konsekuensinya adalah dia sendiri akan terkena masalah itu. Jangankan mengaku, sudah terbukti pun kebanyakan masih berkelit tidak melakukan korupsi. Tapi rupanya, bukan itu yang dilakukan Agus Condro, dia lebih memilih mengaku.

Anggota DPR di Komisi II dari PDIP itu mengaku menerima uang Rp 500 juta dari Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom. Uang tersebut diberikan rekannya sesama anggota DPR beberapa hari setelah Miranda terpilih menjadi deputi senior pada 2004 silam.

Pengakuan Agus Condro cukup mengejutkan, meskipun sebetulnya isu tersebut sudah beredar sejak lama. Miranda ketika sendiri tidak membantah maupun mengiyakan. Dia hanya mengatakan tidak tahu, dan meminta menanyakan masalah itu kepada pihak-pihak yang memberi pernyataan.

Miranda memang bersaing menduduki kursi deputi senior pada 2004 bersaing dengan Budi Rochadi dan Hartadi Sarwono. Pada pemilihan ini Miranda unggul karena disokong penuh oleh Fraksi PDIP. Sebelumnya Miranda pernah dicalonkan menjadi gubernur BI bersaing dengan Burhanudin Abdullah dan Cyrillus Harinowo pada Mei 2003. Saat itu Miranda gagal, yang terpilih Burhanudin.

Dari pengakuan Agus Condro tersebut kita menjadi makin terperangah, betapa carut-marutnya moral wakil rakyat kita. Semua hal bisa dijadikan uang. Mereka yang berkepentingan terhadap DPR harus menyediakan uang berlimpah agar urusannya bisa lancar. Istilah Teten Masduki, di DPR acap kali terjadi political buying.

Jika benar itu terjadi, maka daftar dosa para anggota DPR bertambah panjang. Daftar koruptor di DPR juga akan bertambah. Ada kasus pengalihan hutan lindung, ada kasus suap pembuatan undang-undang, dan masih banyak lagi. Puluhan anggota dewan, bhakan bisa jadi ratusan, bakal terseret dalam berbagai kasus tersebut.

Begitu pula di Bank Indonesia (BI). Bank sentral itu kini sedang disorot masalah penggunaan uang sebesar Rp 100 miliar, di mana Rp 32 miliar diberikan kepada anggota DPR untuk memuluskan undang-undang. Menurut pengakuan orang BI pula, pemberian uang ke DPR itu sudah berlangsung sejak 1970.

Kasus penyuapan dalam pemilihan deputi senior ini akan memperparah citra BI. Barangkali BI tidak secara langsung mengeluarkan uang untuk itu, tapi jika petinggi BI harus menyogok kiri-kanan di DPR agar dirinya terpilih, itu sudah menyalahi aturan. Siapa tahu ketika dia menjabat harus mengembalikan modal, BI lagi yang akan dikorup.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah mendapat laporan dan pengakuan dari Agus Condro tersebut harus segera memeriksa dan mencari bukti-bukti terhadap kasus penyuapan tersebut. Lampu hijau sudah diberikan dari penerima langsung, tinggal bagaimana KPK mengumpulkan bukti untuk segera menjerat mereka yang terlibat.

Jangan biarkan kasus ini mengantung. Kesigapan dari KPK sangat dibutuhkan agar kebenaran segera terkuak: Apakah pengakuan Agus Condro itu benar, atau hanya mencari popularitas. Kita ingin korupsi segera diberantas. Kita ingin pejabat yang bersih, pejabat yang dipromosikan karena prestasinya, bukan karena membeli.@

Dimuat di tajuk Republika edisi 22 Agustus 2008

No comments:

Post a Comment