Wednesday, August 20, 2008

Stealth Corruption

Di Amerika, sekarang sedang populer sebuah istilah pemasaran yang disebut 'stealth marketing'. Pemikiran tersebut awalnya ditulis Daniel Eisenberg di majalah Time dan kemudian berkembang dalam diskusi-diskusi pemasaran di negara yang sering menjadi inspirasi ilmu-ilmu pemasaran tersebut.

Kata 'stealth' diambil dari jenis pesawat tempur Amerika yang super canggih. Kecanggihan pesawat ini tidak hanya karena dilengkapi senjata modern, tetapi --ini yang terpenting-- juga kemampuannya menerobos ruang udara lawan tanpa bisa dilacak radar. Stealth adalah pesawat antiradar.

Dari situ, pengertian standar dari stealth marketing adalah sebuah strategi pemasaran di mana cara yang dilakukan adalah 'mengelabui' konsumen. Benak konsumen dimasuki dengan trik pemasaran tanpa mereka sadari. Misalnya, membanjiri mobil merek terbaru di jalan, sehingga seolah-olah mobil itu telah laris.

Di Indonesia lain lagi. Di berbagai tempat dan diberbagai kesempatan, kita sering mengeluhkan betapa tingginya korupsi di negeri ini. Bahkan lebih tinggi ketimbang jaman Orde Baru dulu. Tapi kenapa mereka aman-aman saja? Apakah karena para koruptor pandai berkonspirasi 'mengelabui' masyarakat?

Korupsi yang dilakukan oleh para penyelenggera negara sebetulnya terlihat begitu telanjang. Tapi, entah kenapa, radar penegak hukum tidak mampu menangkapnya. Mengacu pada istilah di atas, barangkali cocok kalau kemudian disebut 'stealth corruption'. Sebuah korupsi yang tak bisa tertangkap radar.

Kasus terbaru kita lihat bagaimana Bupati Kepri Huzrin Hood yang menjadi tersangka kasus penyimpangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2001 senilai Rp 4,3 miliar bisa loloskan dari tahanan. Korupsi yang dilakukan nyaris begitu transparan sehingga harus ditahan, tapi oleh kejaksaan Tanjung Pinang dibolehkan tinggal dirumah dinasnya.

Kalau mau kasus yang lebih besar, ada juga. Misalnya sampai sekarang para penjahat kerah putih yang membobol uang negera lewat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tetap berleha-leha, dan masih sibuk memimpin perusahaan. Triliunan rupiah yang ditilep lima tahun silam tidak terendus oleh radar-radar penegak hukum.

Benarkan para koruptor itu bagaikan pesawat siluman sehingga perilaku korupnya tidak mampu dibaui penegak hukum? Atau para penegak hukum yang secara sengaja mematikan tombol listriknya agar peralatan pemantau radar yang dimiliki tidak bisa menangkap sinyal yang ada.

Kalau kita melihat dari berbagai kasus korupsi yang mentok tersebut, jenis korupsi yang dilakukan, tidak canggih-canggih amat. Artinya, siapapun bisa membaui korupsi tersebut. Radar masyarakat bisa menangkap secara jelas aktivitas korupsi yang dilakukan para pejabat negara.

Kalau peralatan radar masyarakat mampu menangkap gerakan koruptor, sedangkan aparat hukum tidak bisa, berarti memang aparat sendiri yang mematikan tombol-tombol peralatan radar. Radar itu adalah hati nurani. Dengan begitu para penegak hukum telah mematikan hati nurani mereka sehingga kebejatan yang ada di sekitarnya tak mampu terendus.

Pantas kalau kemudian tampaknya para koruptor melakukan stealth corruption, padahal sebetulnya korupsi dilakukan secara terang-terangan. Kalaupun sepertinya mereka benar-benar mampu menghindar dari radar masyarakat, itu karena mereka pandai bermain mata dengan aparat hukum, lewat mafia peradilan yang melibatkan kepolisian, jaksa, pengacara, dan hakim.@

Resonansi 10 juni 2003

* Korupsi ada dimana-mana tapi radar aparat tak mampu melacaknya, begitu ide dasar artikel ini

No comments:

Post a Comment