Wednesday, August 20, 2008

Sabar dalam Kemiskinan

Anda puasa? Hampir pasti, ya! Kalau kebetulan Anda membaca tulisan ini di siang atau sore hari, rasa lapar tentu sudah mulai menyergap. Puasa memang lapar. Kalau tidak, berarti tidak normal, karena perut tidak terisi apapun seharian.

Tapi sesungguhnya puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga. Karena dengan puasa kita menjaga hawa nafsu agar tidak mengarah pada kejelekan, sekaligus menjaga hati dan amalan kita, mengontrol diri dari tindakan kemaksiatan dan kemungkaran.

Lapar adalah satu konsekuensi dari puasa. Dan setiap konsekuensi, selalu ada hikmahnya. Hikmah dari lapar adalah kita akan merasakan penderitaan orang lain. Mereka yang hidup miskin dan nyaris menahan lapar tiap hari itu ada di sekeliling kita, bahkan mungkin di sebelah tembok rumah kita.

Merasakan penderitaan orang lain sangat diperlukan bagi sebagian masyarakat Indonesia yang kian lama kian hedonis (hanya memikirkan kekayaan dan kesenangan semata). Apalagi jika kita melihat kenyataan bahwa ada puluhan juta orang yang harus mengais-ngais makanan untuk sekadar bertahan hidup.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan pendapatan per kapita 6,4 juta pertahun, penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 2001 tercatat 37,1 juta (18,4 persen penduduk Indonesia). Sebanyak 8,5 juta di perkotaan dan 28,6 juta di pedesaaan. Berapa batas kemiskinan? Rp 100.011 di perkotaan dan Rp 80.382 di pedesaan, untuk hidup sebulan.

Bisakah Anda bayangkan seseorang bisa hidup dengan uang Rp 100.000 sebulan di kota atau rata-rata Rp 3.300 per hari? Kalau mau dipaksakan makan tiga kali, itu hanya cukup makan Indomie di pagi, siang, dan malam hari. Tapi memasaknya harus di tetangga, karena dia tak mampu beli minyak, apalagi kompor. Makannya pun sambil telanjang, karena tak mampu beli baju.

Penderitaan penduduk miskin kian lengkap ketika beban hidup makin naik. Seolah tak peduli pada penderitaan mereka, pemerintah lewat tangan badan usaha yang dimilikinya menaikkan berbagai tarif, mulai dari telepon, listrik, sampai bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan itu otomatis mendongkrak harga kebutuhan pokok.

Tak heran kalau kemudian makin banyak orang di negara kita ini yang hanya makan sekali sehari. Itu pun tidak selalu nasi. Seperti yang kita saksikan di daerah kering di wilayah pesisir selatan, mereka sehari-hari hanya makan tiwul (singkong yang diolah). Lauk menjadi barang mewah, sekalipun hanya tahu dan tempe.

Hanya lewat puasa dengan penghayatan yang tinggi, kita bisa menyelami penderitaan orang miskin. Sedikit banyak kita akan merasakan betapa menderitanya puluhan juta orang miskin itu ketika harus menahan lapar tiap hari, tiap tahun, bahkan selama hidupnya.

Kita juga perlu berdoa agar para pejabat mampu menjalankan puasa dengan sebenar-benarnya agar mata, hati, dan pikiran mereka terbuka, untuk kemudian teringat bahwa kemiskinan ada di depan mata. Dengan begitu dalam mengemban jabatan, mereka tidak lagi memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, melainkan selalu ingat untuk berpihak pada masyarakat miskin.

Selain merasakan penderitaan orang lain, puasa juga ajang melatih kesabaran. Kesabaran untuk selalu tabah dan tahan uji ketika menerima musibah, kesabaran untuk mampu mengendalikan diri, serta kesabaran untuk tidak mudah putus asa. Ibaratnya seorang petani mustahil berhasil memanen tanpa kesabaran menanam dan merawat tanamannya

Dalam konteks Indonesia maka kita harus bersabar menerima ujian atas berlarutnya aneka kekerasan yang menewaskan puluhan ribu orang, sabar untuk tidak menfitnah dan menuduh orang sembarangan, serta sabar dalam kemiskinan sembari terus mewujudkan cita-cita menjadikan Indonesia negara yang adil dan makmur.

Tak kalah pentingnya, kita harus sabar menerima kenyataan bahwa pemerintah tak mampu mengemban amanat untuk mensejahterakan rakyat. Kita harus sabar menerima kenyataan bahwa pemerintah telah menggadaikan harga diri kita dengan bertekuk lutut terhadap kekuatan asing, baik dalam hal ekonomi maupun politik.

Selamat menjalankan ibadah puasa. @

Resonansi 6 Nopember 2002

* Tulisan ini dibuat untuk menyambut bulan Ramadhan

No comments:

Post a Comment