Wednesday, August 20, 2008

Good Old Days

Lambat laun makin banyak bermunculan kerinduan masyarakat, terutama rakyat kecil, terhadap suasana dulu, sebelum reformasi. Kerinduan itu terus terpupuk ketika kehidupan mereka tidak juga beringsut dari kemiskinan. Bahkan malah bertambah miskin.

Sebetulnya bukan cuma masalah kebutuhan hidup yang memupuk kerinduan itu. Tapi kondisi secara keseluruhan juga telah menjadi tempat persemaian yang sempurna bagi kejengkelan masyarakat. Mulai dari kacaunya infrastruktur, makin banyaknya pengangguran dan PHK, kerusuhan di berbagai tempat, sampai korupsi.

Secara kasat mata, kita bisa lihat bagaimana infrastuktur yang ada saat ini jauh lebih buruk dibanding masa lalu. Lobang jalan kian menganga, tarif listrik naik terus tapi frekuensi byar-pet makin tinggi, air minum mati-nyala tidak beraturan, saluran irigasi banyak jebol sehingga petani tak bisa bercocok tanam, dll.

Pengangguran juga makin meningkat, apalagi beberapa perusahaan melakukan PHK karena iklim berusaha di sini tidak kondusif. Melimpahnya pengangguran sekaligus menjadi salah satu pemicu maraknya kerusuhan di berbagai wilayah yang memakan korban nyawa, sehingga menjadikan harga nyawa demikian murah.

Kemudian dari sisi korupsi, terlihat makin merajalela, termasuk korupsi legal hasil kolaborasi eksekutif dan legislatif. Berbagai penelitian lembaga di luar negeri, menunjukkan bahwa korupsi dimasa demokrasi ini justru makin parah. Para elit yang dulu teriak antikorupsi kini justru lebih rakus dan lebih tak tahu malu.

Dengan kondisi tersebut, wajar kalau ada sebagaian masyarakat yang kemudian beromantisme dengan masa-masa Orde Baru. Ketika memori mereka melanglang ke masa lalu, maka yang dikenang hanyalah yang indah-indah. Harga barang pokok rendah, tarif listrik rendah, BBM juga relatif terjangkau, dll.

Meromantiskan masa lalu ini umum terjadi di dunia manapun. Jennifer James dalam bukunya ‘Thinking in the Future Tense’ menuliskan bahwa memang ada kecenderungan pada manusia untuk mengagungkan dan meromantiskan masa lalu. Cukup setitik kelebihan masa lalu dibandingkan dengan masa sekarang, sudah menjelma menjadi kerinduan.

Dalam literatur perilaku, gejala semacam itu dikenal dengan sebutan good old days: suatu periode yang indah di masa lalu. Sekalipun sebetulnya kenyataan masa lalu tidak seindah yang diromantiskan, dan tak lepas dari kecacatan. Tapi kebobrokan yang ada saat ini seolah telah menyublim cacat-cacat masa lalu.

Ketika good old days makin menjangkiti masyarakat, berarti sudah terlampau banyak keteraniayaan yang dirasakan masyarakat oleh pemerintah di masa sekarang. Ini adalah pertanda bahwa secara keseluruhan apa yang terjadi pada masa demokrasi ini tidak sesuai dengan harapan rakyat.

Proses demokratisasi di Indonesia, jika dikaitkan dengan apa yang ditulis ahli perang Cina, Tsun Tzu, adalah: menang dalam beberapa pertempuran tapi kalah dalam peperangan.

Pertempuran yang dimenangkan misalnya terpilihnya pemimpin secara demokratis, bebas mengkritik dan berbeda pendapat dengan siapa saja, tak ada pemberangusan media massa dan bahkan siapapun bisa bikin koran tanpa perlu ijin. Begitu pula tahanan politik sudah tidak ada lagi.

Tapi kemenangan pertempuran itu menjadi sirna manakala tidak ditemukan aparat yang bersih, hukum yang tak adil, dll. Dan ujung dari seluruh upaya demokrasi adalah kesejahteraan rakyat. Kenyataannya, dalam pemerintahan demokratis ini rakyat bukannya makin sejahtera, tapi malah makin miskin. Demokrasi kita telah kalah.

Konsekuensi dari kegagalan demokrasi itu adalah nama Soeharto mulai rebound. Dengan berbagai alasan, Presiden Soekarno butuh waktu 25 tahunan untuk me-rebound namanya, sedangkan Soeharto rupanya cukup lima tahun untuk rebound.

Siapa yang bertanggung jawab atas menggejalanya good old days ini? Pemerintah dan para elit politik yang terpilih tentu saja. Dengan mengatasnamakan rakyat, mereka telah berbuat sesuatu yang memenjarakan demokrasi itu sendiri. Demokrasi hanya dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.@

Resonansi 25 September 2002

* Artikel ini ditulis setelah mulai banyak terdengar keluhan bahwa masa pemerintahan Orde Baru lebih baik dari pemerintahan sekarang

No comments:

Post a Comment