Sunday, September 14, 2008

Tuntaskan Kasus 400 Cek

Entah berapa cek yang berselieeran tiap hari di gedung DPR. Tapi yang jelas, pada kasus terpilihnya Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI), ada 400 cek masing-masing senilai Rp 50 juta beredar dan terdistribusi ke 41 anggota DPR.

Adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang membeberkan data bahwa cek perjalanan telah terbagi ke puluhan anggota DPR. Sebagian besar sudah dicairkan. Jumlah minimal yang diterima anggota DPR tersebut Rp 500 juta rupiah, tergantung dari posisi struktural penerima tersebut.

Dalam pemilihan deputi senior gubernur BI pada 2004 silam, Miranda berhasil mengalahkan Budi Rochadi dan Hartadi Sarwono dalam voting di Komisi IX DPR-RI. Miranda yang didukung oleh dua fraksi besar yakni Golkar dan PDIP memperoleh 41 suara dari 54 yang diperebutkan. Jumlah suara itu sama persis dengan jumlah cek.

Sulit untuk disangkal bahwa ke-41 anggota DPR tersebut tidak menerima imbalan apapun dari suara yang dia berikan kepada Miranda. Apalagi salah satu dari penerima itu, yakni Agus Condro, jauh-jauh hari sudah mengaku bahwa dirinya menerima 10 lembar cek masing-masing Rp 50 juta. Jumlah yang juga sama persis dengan temuan PPATK.

Anggota-anggota DPR yang pernah disebut Agus Condro sebagai penerima cek tersebut akan mati kutu. Karena sebelumnya, mereka membantah telah menerima cek sebagaimana Agus. Bahkan mereka membalikkan fakta bahwa Agus-lah yang menuduh sembarangan, sampai akhirnya sang peniup peluit itu dipecat dari PDIP.

Memang mereka mengaku tidak menerima langsung dari Miranda. Tapi apa bedanya jika mereka menerima dari orang lain utusan Miranda, atau dari sponsornya. Karena dalam pemilihan ini beberapa bank berkepentingan terhadap sosok deputi senior yang bisa membawa aspirasi mereka dan sekaligus melindungi.

Kita sangat prihatin dengan kondisi ini. Mereka, para anggota DPR itu dipilih rakyat dengan kesungguhan agar negera ini segera keluar dari krisis, justru mereka memperparah krisis ini dengan perilaku korupsinya. Mereka dipilih lewat pemilu yang memakan dana puluhan triliunan rupiah, tetapi mereka tak mampu mengemban amanah.

Begitu banyak drama yang dimainkan oleh wakil rakyat. Tetapi drama-drama tersebut adalah drama yang menyakitkan hati rakyat. Rakyat sudah mewakilkan suaranya lewat mereka, tetapi mereka hanya mewakili diri sendiri dan kelompoknya, partainya. Tidak peduli lagi mereka dengan konstituen. Rakyat hanya dibutuhkan saat pencoblosan.

Data penerima cek dan pencairan sudah diberikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jadi bola kini sudah ditangan lembaga baru ini. Tak ada alasan lagi, KPK harus segera menuntaskan masalah ini. Buktikan bahwa keraguan masyarakat bahwa KPK tidak berani menindak kasus yang melibatkan begitu banyak anggota DPR ini tidak betul.

Kita tidak membutuhkan anggota DPR yang menghianati rakyat. Jadi meski harus mengorbankan ratusan anggota DPR, tidak masalah. Ganti saja para wakil rakyat yang korup. Negeri ini masih banyak memiliki orang-orang yang bersih, cerdas, dan memiliki komitmen membangun negara untuk kesejahteraan rakyatnya.@

Dimuat di tajuk Republika edisi 12 September 2008

2 comments:

  1. Hallo mas, anda luar biasa artike-artikelnya. Sayang saya 5 tahun di Rebublika tidak mengenal dekat Anda. Salam!
    Agus wijanarko (wartawan republika tegal 2000-2006)

    ReplyDelete
  2. Terimakasih mas Agus. Iya selama kurun waktu Anda di Republika, kita hanya saling mengenal nama. Kapan-kapan kita ketemu, ngobrol-ngobrol..

    salam

    ReplyDelete