Thursday, November 13, 2008

Ketika Harga BBM Turun

Kabar baik bertiup dari Istana Negara. Pemerintah mengumumkan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya premium, turun dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500 per liter. Harga baru berlaku per 1 Desember 2008.


Dalam satu-dua bulan terakhir ini memang muncul desakan dari berbagai kalangan masyarakat agar harga BBM diturunkan. Alasannya, tentu saja karena harga minyak dunia turun drastis. Ketika premium dinaikkan pada Mei silam dari Rp 4.500 ke Rp 6.000, harga minyak dunia sekitar 130 dolar AS per barel. Kini harga 65-70 dolar. Jadi, sudah sepantasnya harga diturunkan.

Desakan yang kuat itulah yang melenturkan niat pemerintah untuk mengulur penurunan harga. Karena, seperti pernah diungkapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu sebelumnya, kemungkinan harga BBM baru akan diturunkan pada tahun depan mengingat harga minyak mentah dunia masih terus berfluktuasi. Apalagi dana subsidi sebesar Rp 128 triliun pada 2008 ini sudah habis.

Tentu pengumuman ini merupakan kabar gembira. Baru kali ini ada pengumuman BBM turun. Tapi, penting dicatat bahwa penurunan ini bukan karena kebaikan hati pemerintah, melainkan karena kondisi global memungkinkan hal itu. Malaysia, misalnya, sudah menurunkan harga BBM secara gradual sejak dua bulan silam.

Penurunan harga BBM ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, memangkas biaya transportasi, mengurangi biaya produksi bagi usaha kecil yang menggunakan premium. Bahkan, juga meringankan beban usaha-usaha pinggiran seperti tukang ojek atau sopir bajaj yang banyak membutuhkan premium dalam menjalankan usahanya.

Sayangnya, penurunan hanya terjadi pada premium. Semestinya BBM lain yang banyak digunakan masyarakat seperti solar dan minyak tanah juga diturunkan. Barangkali, kalau minyak tanah harganya memang sudah sangat rendah, tetapi solar masih bisa diturunkan. Apalagi banyak kendaraan umum dan nelayan banyak memakai solar sebagai bahan bakar.

Dari sisi politis, penurunan harga BBM ini tentu saja akan menaikkan citra pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di tengah persaingan memperebutkan simpati masyarakat menjelang pemilu tahun depan, penurunan ini menjadi bekal yang baik bagi SBY untuk kembali bertarung. Apalagi, sebelumnya, citra SBY sudah terkerek ketika besannya, Aulia Pohan, dijadikan tersangka.

Tapi, penurunan ini jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. Karena, secara logika, dengan penurunan harga premium maka masyarakat cenderung boros menggunakan bahan bakar. Jika itu terjadi, maka predikat sebagai negara pengimpor minyak akan terus kita sandang. Itu berarti devisa yang terbang untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan BBM akan makin tinggi.

Oleh sebab itu, bersamaan dengan penurunan harga premium ini perlu dipikirkan pula bagaimana mengurangi pemakaian bahan bakar. Program biofuel yang pernah dicanangkan pemerintah semestinya digairahkan lagi. Kemudian, jumlah kendaraan harus mulai dibatasi dengan konsekuensi menyediakan angkutan umum massal yang memadai.

Penurunan harga premium ini patut kita syukuri karena akan mengurangi beban kehidupan, terutama masyarakat kecil. Tapi, tetap juga harus dipikirkan bagaimana caranya agar tingkat pemakaian BBM tidak melaju dengan cepat. Karena, jika itu terjadi, negara ini juga yang akan menanggung kerugian.

Dimuat di tajuk Republika edisi 7 Nopember 2008

No comments:

Post a Comment