Monday, November 17, 2008

Selamatkan Ekonomi

Krisis global yang sedang menerpa seluruh negara di berbagai belahan bumi ini masih akan terus berlangsung. Banyak ekonom yang memperkirakan bahwa dampak krisis ekonomi sekarang ini akan panjang. Bahkan, apa yang terjadi pada 2008 ini hanyalah permulaan. Puncak krisis akan terjadi pada 2009.


Saat ini saja, sudah jutaan karyawan terkena PHK di Amerika Serikat. Begitu pula di kawasan Eropa, sudah ratusan ribu orang dipecat. Negara-negara di Asia tak berbeda meski belum sedahsyat negara Barat. Indonesia sendiri, di industri baja, ribuan orang menanti PHK. Di industri tekstil, hal serupa terjadi. Nantinya, industri lain pun menyusul.

Kita akan menghadapi masa berat dalam bidang ekonomi. Tapi, krisis tak bisa dihindari, melainkan harus dihadapi. Untuk itu, diperlukan kebijakan-kebijakan yang sifatnya bisa ad hoc ataupun jangka menengah dan panjang. Kerja sama antara pemerintah, Bank Indonesia, dan pengusaha harus lebih solid dan visioner.

Pemerintah sebagai pembuat regulasi perlu untuk membuat kebijakan yang mampu menggairahkan perekonomian, terutama yang terkait sektor riil. Bank Indonesia berperan dalam menelurkan kebijakan keuangan dalam penentuan suku bunga. Begitu pula dunia usaha dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif sehingga bisa memanfaatkan peluang.

Jika dunia usaha saat ini sedang merasakan pukulan berat, mau tak mau harus diselamatkan. Amerika Serikat saja menggelontorkan dana 700 miliar dolar, bahkan kemungkinan akan menjadi 1,2 triliun dolar kepada dunia usaha. Sebagian diberikan untuk menyelamatkan institusi keuangan, sebagian untuk sektor riil, termasuk General Motor.

Harus ada keikhlasan bersama jika pemerintah turun tangan membantu dunia usaha. Bahwa, kita pernah punya pengalaman buruk soal penyelamatan, yakni kasus Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), itu betul. Tapi, justru dengan pengalaman itu kita bisa melakukan penyelamatan yang lebih baik, lebih terukur, dan lebih transparan.

Bagaimanapun dunia usaha sangat penting dalam membangun ekonomi sebuah negara. Jika perusahaan maju, akan banyak tenaga kerja yang terserap, akan banyak pajak yang masuk ke kantong pemerintah untuk pembangunan. Sebaliknya, jika dunia usaha ambruk, jutaan pekerja akan kembali menganggur, kemiskinan bertambah, negara pun tekor.

Di sisi lain, jika dunia usaha tidak diselamatkan oleh kita sendiri, yang terjadi adalah akuisisi perusahaan asing terhadap perusahaan Indonesia. Itu yang terjadi pada krisis 1988. Bukan masalah penyelamatannya, tapi lebih pada kenyataan bahwa banyak perusahaan nasional yang berpindah ke asing, termasuk BUMN.

Untuk mengantisipasi krisis yang lebih parah, pemerintah harus memberikan angin yang baik agar sektor riil bisa lebih bergerak lagi. Perlu berunding dengan Bank Indonesia agar suku bunga bisa diturunkan sehingga bank kembali menyalurkan kreditnya kepada sektor riil. Bunga rendah menjadi salah satu prasyarat bergeraknya sektor riil.

Bank sebagai urat nadi perekonomian perlu memiliki keleluasaan dalam memberikan kredit kepada sektor riil. Karena itu, bank harus selalu terjaga likuiditasnya. Likuditas itu sendiri bisa hancur jika muncul isu yang tak bertanggung jawab. Maka dari itu, perlu ditindak tegas mereka yang pada pekan lalu menyebarkan isu ambruknya beberapa bank.

Dalam menghadapi krisis ini, kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Semua pihak yang terlibat harus kompak, tidak saling menyalahkan. Kita juga harus mengatasi sendiri krisis ini, tanpa perlu mengundang IMF misalnya. Kita punya pengalaman buruk dengan lembaga asing itu dan kita tidak perlu mengulanginya.

Kita punya kemampuan menghadapi krisis ini jika kita memiliki kesepahaman yang sama bahwa perekonomian nasional harus kita selamatkan bersama.

Dimuat di tajuk Republika edisi 17 Nopember 2008

No comments:

Post a Comment