Friday, February 27, 2009

Kendalikan Pertumbuhan Penduduk

Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk terbesar di dunia. Tidak mudah mengelola negara dengan penduduk besar, apalagi ketika kemiskinan dan pengangguran masih terus menjadi pekerjaan rumah yang sulit untuk diselesaikan.

Problem tersebut menjadi kian berat manakala jumlah penduduk tumbuh tidak terkendali. Dan naga-naganya, ini yang bakal terjadi. Pada 2008 silam, jumlah penduduk Indonesia 227 juta jiwa, sementara pada 2000 baru sekitar 205 juta jiwa. Berarti, dalam jangka waktu delapan tahun terjadi pertambahan penduduk 22 juta, atau 10,7 persen.

Jika saja pertumbuhan penduduk seperti itu tetap dibiarkan, menurut perkiraan pemerintah pada 10-15 tahun mendatang akan terjadi ledakan penduduk yang luar biasa. Pada 2015 akan melonjak menjadi 255 juta, dan pada 2020 akan mencapai 270 juta jiwa. Sebuah angka yang sangat besar yang kelak akan menjadi beban berat bagi pemerintah.

Kondisi itu perlu diantisipasi. Pemerintah harus segera bertindak melakukan aksi nyata untuk mengendalikan jumlah penduduk.

Sejak reformasi, program pengendalian penduduk yang bernama Keluarga Berencana (KB) yang dikampanyekan jaman Orde Baru terbengkelai. Sepertinya karena itu program Orde Baru, maka dianggap buruk dan dijauhi, tidak prorakyat. Semestinya bisa dipiliah, mana program yang baik, mana tidak. Program KB merupakan program baik yang harus dilanjutkan.

Pemerintah harus lebih intensif untuk menggulirkan kembali program KB. Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab terhadap program ini tampaknya sudah mencoba mengevaluasi diri, karena itu mereka melakukan rebranding agar persepsi masyarakat berubah. Mereka perlu dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat yang peduli.

Betul bahwa nantinya, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menjadi bumerang bagi kita. Ketika kemiskinan masih membelit kita, maka pertambahan penduduk yang berlebihan akan makin menambah jumlah masyarakat miskin. Apalagi sebagian besar keluarga yang memiliki anak banyak adalah kelompok bawah.

Ledakan penduduk juga terkait penyediaan pangan. Bayangkan jika setiap tahun penduduk tambah 2,6 juta jiwa, berarti dibutuhkan tambahan beras 361 ribu ton kg per tahun (asumsi 139 kg beras per kapita per tahun). Saat ini kebutuhan beras 32 juta ton per tahun, ketika nanti 2020 jumlah penduduk 270 juta, maka dibutuhkan beras 37,5 juta ton. Perlu usaha luar biasa untuk memenuhinya, apalagi lahan pertanian makin terbatas. Swasembada beras pun terancam.
Belum lagi masalah penyediaan perumahan. Dengan jutaan pendudukan yang lahir maka kelak diperlukan juga jutaan rumah yang harus tersedia. Ketika ada rumah, maka harus ada listrik, maka kebutuhan energi pun menjadi besar. Kebutuhan transportasi tak terkecuali akan membangkak. Jika segala kebutuhan itu tak terpenuhi, akan makin banyak orang miskin, akan makin banyak pengangguran, dan akhirnya akan makin banyak pula kriminalitas.

Untuk itu, jumlah penduduk harus dikendalikan. Kita memang tidak perlu sekeras Cina yang mencanangkan satu keluarga satu anak, tapi cukup dibatasi sebagaimana kesuksesan program KB yang dulu, satu keluarga dua anak. Perlu segera kembali digalakkan kampanye keluarga kecil berkualitas.

Salah satu kampanye yang terbaik adalah memberi contoh. Maka dari itu semestinya para tokoh di negeri ini atau paling tidak calon-calon tokoh di negeri ini perlu memberi contoh. Pemerintah perlu melakukan pendekatan persuasif terhadap sebagian kalangan yang notabene menjadi tokoh di negeri ini yang justru menginginkan banyak anak.

Dalam masalah kependudukan ini yang harus kita kejar adalah kualitas, bukan kuantitas.

Dimuat di tajuk Republika edisi 14 Februari 2009

No comments:

Post a Comment