Wednesday, December 24, 2008

Kaya - Miskin dalam Sekejap

Bisakah Anda bayangkan, seseroang yang memiliki kekayaan Rp 54 triliun dalam satu tahun kemudian anjlok menjadi Rp 8,5 triliun? Berarti kekayaan orang tersebut tergerus lebih dari 80 persen, sekali lagi, hanya dalam rentang waktu 364 hari alias menyusut Rp 125 miliar per hari.

Begitulah kisah Aburizal Bakrie, sosok pengusaha yang kini menjadi anggota kabinet. Menurut Forbes, majalah yang kerap mengulas tentang kekayaan manusia di bumi ini, kekayaan yang dimiliki Bakrie seolah menguap begitu saja. Uang triliunan rupiah itu tiba-tiba hilang tanpa jejak. Siapa yang diuntungkan dengan kerugian besar itu, juga tidak ada. Hukum alam sementara tidak berlaku disini.

Bakrie tidak sendirian. Menurut daftar kekayaan orang-orang Indonesia yang dirilis Forbes edisi akhir tahun ini, aset 40 orang terkaya Indonesia turun dari total 40 miliar dolar pada 2007 menjadi 21 miliar dolar pada 2008 ini. Jadi, semua kekayaan orang-orang terkaya itu turun. Bakrie yang mengalami kemerosotan terbesar, sehingga posisinya pun terlempar dari nomor satu ke nomor sembilan.

Pada 2006 silam, posisi orang terkaya Indonesia diduduki oleh Sukanto Tanoto, dan Bakrie berada di posisi keenam. Urutan 10 besar orang terkaya (agar mudah mengkalkulasinya, tiap satu dolar dipatok Rp 10.000) adalah Sukanto (Rp 28 triliun), Putera Sampoerna (21 triliun), Eks Tjipta, (Rp 20 triliun), Rahman Halim (18 triliun), Budi Hartono (Rp 14 triliun), dan Bakrie (Rp 12 triliun), Eddy Katuari (10 triliun), Trihatma Haliman (9 triliun), Arifin Panigoro (Rp 8,2 triliun), Liem Sioe Liong (Rp 8 triliun).

Setahun berikutnya, pada 2007, Bakrie tiba-tiba mencuat menjadi urutan teratas. Dia pantas menduduki posisi tertinggi tersebut karena kekayaannya mencapai Rp 54 triliun. Sukanto takluk dan menduduki posisi kedua dengan Rp 47 triliun. Berikutnya Budi Hartono (Rp 31 triliun), Michael Hartono (Rp 30 triliun), Eka Tjipta (Rp 28 trilin), dan Putera Sampurna (Rp 22 triliun), Martua Sitorus (Rp 21 triliun), Rachman Halim (Rp 16 triliun), Peter Sondakh (Rp 14,5 triliun), dan Eddy Katuari (Rp 13,9 triliun).

Hampir semua konglomerat itu kekayaannya melonjak. Bakrie memang paling fenomenal kenaikannya, hampir lima kali lipat! Sukanto melejit hampir dua kali lipat, Budi Hartono lebih dari dua kali lipat, Eka Tjipta hampir satu setengah kali lipat, hanya Putera Sampoerna yang naiknya tipis. Martua Sitorus dan Peter Sondahk mulai masuk di 10 besar orang terkaya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kenaikan drastis tersebut karena tertiup oleh melonjaknya pasar modal. Pada 2007 silam, indeks bursa melonjak 52 persen persen. Kenaikan tersebut merupakan kelanjutan dari kenaikan indeks pada 2006 yang mencapai 55 persen, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) dinobatkan menjadi bursa berkineja terbaik no 3 di antara seluruh bursa dunia.

Pantas kalau para konglomerat tersebut kenaikannya juga naik berkali-kali lipat pada 2007 silam. Hampir semua orang kaya tersebut memiliki saham yang diperdagangkan di bursa efek, dan itu memang yang memudahkan lembaga semacam Forbes membuat daftar orang terkaya. Dengan begitu, jika bursa melejit, mereka akan bergelimang dengan uang. Istilah kata, kekayaan meningkat dalam sekejap.

Sebaliknya, jika bursa anjlok maka yang terjadi adalah terpangkasnya kekayaan mereka. Mereka bisa menjadi kaya raya dalam sekejap, tetapi juga bisa menjadi 'miskin' dalam sekejap. Itulah yang terjadi pada orang-orang kaya itu pada 2008 ini. Kita tahu bahwa sampai pertengahan Desember ini, indeks bursa sudah terpangkas 54 persen, sehingga mau tak mau kekayaan mereka juga rata-rata terpangkas sebesar penurunan itu pula.

Dengan ambrolnya bursa, maka konfigurasi urutan kekayaan pada 2008 juga menjadi berubah. Urutan pertama kembali digenggam oleh Sukanto Tanoto (Rp 20 triliun), Budi Hartono (Rp 17,2 triliun), Michael Hartono (Rp 16,8 triliun), Putera Sampoerna (Rp 15 triliun), Martua Sitorus (Rp 13 triliun), Peter Sondahk (Rp 10,5 triliun), Eka Tjipta (Rp 9,5 triliun), Bakrie (Rp 8,5 triliun), dan Murdaya Poo (Rp 8,25 triliun).

Kemerosotan kekayaan orang super kaya tersebut nyata-nyata terjadi seiring dengan anjloknya bursa. . Secara rata-rata dari 10 besar orang terkaya, kekayaan mereka pada 2007 dibanding 2008 terpangkas sekitar 30-60 persen. Sukanto misalnya turun 57 persen, Peter Sondahk turun 30 persen, atau Putera Sampoerna yang merosot 32 persen. Sedangkan Eka Tjipta anjlok cukup besar dengan penurunan kekayaan sebesar 66 persen.

Tentu yang fenomenal adalah Bakrie. Penuruan kekayaan Bakrie pada 2008 ini jauh melebihi melonjaknya kekayaan dia pada 2007 silam. Seperti terlihat dari data di atas, pada 2006 kekayaan Bakrie berada di posisi Rp 12 triliun, setahun kemudian, pada 2007 kekayaannya meroket menjadi Rp 54 triliun, dan antiklimaksnya, pada 2008 ini kekayaan Bakrie terjerembab di posisi Rp 8,5 triliun.

Menggelembungnya kekayaan Bakrie pada 2007 silam tak lepas dari canggihnya rekayasa keuangan (financial engineering) yang bisa menyulap Bumi Modern --perusahaan perhotelan dengan satu aset utamanya hotel Bumi Tashkent di Uzbekistan-- menjadi perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia. Bumi Modern itu beralih nama menjadi Bumi Resource setelah melewati aksi korporasi dan rekayasa keuangan yang canggih dan rumit.

Bumi Resource ini kini memiliki PT Arutmin yang memiliki konsesi batubara di Kalimantan Selatan dan PT Kaltim Prima Coal. Lewat dua perusahaan pertambangan raksasa tersebut, Bumi Resource mampu mengeksploitasi 62 juta metrik ton batubara per tahun. Tahun lalu pendapatan perusahaan raksasa tersebut sudah mencapai 2,2 miliar dolar.

Tak pelak, harga saham Bumi terus melejit, bahkan pada Juni lalu mencapai Rp 8.850 per lembar. Itulah yang menjadikan Bakrie sebagai orang terkaya di Republik ini tahun silam, karena kepemilikan saham yang besar di Bumi Resource. Bahkan majalah Globes pada Mei silam memperkirakan kekayaan Bakrie mecapai Rp 92 triliun. Tentu masih ada saham di perusahaan Bakrie yang lain, tapi sumbangan dari Bumi Resource ini yang terbesar.

Begitu krisis, hal sebaliknya yang terjadi. Saham Bumi terpangkas hampir 90 persen, karena sempat anjlok pada posisi Rp 800-an per lembar. Begitu saham bumi terjun, saham Bakrie lainnya ikut meluncur, baik yang bergerak di properti, perkebunan, maupun telekomunikasi. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan pada tahun ini, kekayaan Bakrie terpangkas 80 persen, sehingga terlempar dari posisi sebagai orang terkaya di Indonesia.

Eka Tjipta dalam skala yang lebih kecil juga jatuh bangun seperti itu. Saham-saham yang dimiliki di perusahaan terbuka seperti Indah Kiat Pulp and Paper, Tjiwi Kimia, dan beberapa perusahaan lagi. Ketika harga melambung seperti tahun 2007, otomatis kekayaannya juga melambung. Sebaliknya ketika harga sahamnya mengempis, kekayaannya juga secara otomatis ikut tergembosi.

Hal yang sama juga pada Sukanto Tanoto. Konglomerat yang sedang terlibat masalah pajak dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu terkena dampak krisis global, permintaan pasar menyurut, pendapatan perusahaan turun, harga saham menjadi terpangkas. Apalagi persentase terpangkasnya harga saham acap kali jauh melebihi persentase penurunan pendapatan atau laba yang sebenarnya. Terlalu banyak ruang psikologis yang bermain dalam menentukan harga saham di bursa.

Naik turunnya kekayaan para orang-orang superkaya tersebut sangat wajar dan akan terus terjadi. Para konglomerat itu bisa menjadi sangat superkaya hanya dalam waktu yang singkat, tetapi juga bisa mendadak 'miskin' dalam waktu yang tidak kalah singkatnya.

Maka, ketika sedang berada di puncak, semestinya mereka bisa lebih peka terhadap masalah sosial. Bakrie misalnya, ketika sedang kaya-kayanya, seharusnya segera menyelesaikan masalah Lapindo. Seandainya dulu kewajiban ke masyarakat terselesaikan, ketika sedang 'miskin' seperti sekarang ini, masalah itu tak lagi membebani. Bahkan mungkin bisa melewati masa sulit ini dengan lebih baik. Kata orang, doa orang teraniaya itu mustajab. Bisa membuat orang menjadi kaya atau miskin dalam sekejab.


No comments:

Post a Comment