Monday, December 8, 2008

Ketoprak yang Bikin Kecanduan



Bermain ketoprak harus terus ditularkan, agar kesenian daerah ini terus berkembang.
Alkisah pada abad ke-14, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh seorang raja bernama Sri Jayanegara. Kala itu aroma kudeta sudah tercium di seputaran kerajaan.

Dan, benar, Ra Kuti, seorang panglima perang, bersiap melakukan perebutan tahta. Kenapa? Karena dia merasa bahwa kondisi Majapahit sangat memprihatinkan. Kehidupan rakyat makin sengsara, kejahatan makin merajalela, dan raja sendiri tidak tegas.

Di mata Ra Kuti, Jayanegara sudah tidak layak menjadi raja. Apalagi dalam setiap kebijakannya dibisiki oleh Mahapatih Halayuda yang licik dan rakus. Halayuda ini pula yang menurut Ra Kuti yang biang keladi kerusakan Majapahit.

Singkat cerita Ra Kuti menyerbu Istana. Ra Kuti menang, Halayuda terbunuh. Tapi, di Istana Ra Kuti tidak menemukan Jayanegara. Rupanya Gajahmada yang saat itu masih kepala pasukan kepatihan telah mengungsikan ke desa Bedander. Di desa itu, Gajahmada sempat mendapat wejangan tentang kehidupan dari Ki Buyut, seorang bijaksana.

Ketika keadaan sudah agak tenang, Gajahmada datang ke istana, dan di sana dia bertemu dengan Ra Kuti yang sudah menyiapkan diri menjadi raja. Gajahmada pun langsung berhadapan dengan Ra Kuti, dan seketika itu juga membunuhnya. Akhirnya Raja Jayanegara kembali ke istana dan melanjutkan pemerintahannya.

Itulah sepenggal kisah ketoprak berjudul Satya Dharma Gajahmada yang akan dimainkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (25/5) malam. Barangkali bukan hal yang luar biasa ketoprak dengan lakon itu, yang menjadikan luar biasa adalah pemeran utamanya. Mereka adalah tokoh dari kalangan politik, perbankan, bisnis, birokrat, dan wartawan senior.

Siapa saja mereka? Kita lihat, Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, berperan sebagai sang bijaksana Ki Buyut. Kemudian Raja Jayanegara dimainkan oleh Dirjen Migas, Luluk Sumiarso, Ra Kuti diperankan Dirut RRI, Parni Hadi, Direktur LSP Krisna Wijaya sebagai Mahapatih Halayuda, Dirut Republika, Erick Tohir, sebagai Senopati Jalasmara, serta Indreswari oleh Presdir GE Technology Indonesia, Hermien R Sarengat.

Dari wartawan di antaranya Pemred Media Indonesia, Jajat Sudrajat sebagai Gajahmada, Pemred Kontan, Ardian Gesuri (Ra Panca), Redaktur Eksekutif Tempo, Wahyu Muryadi (Ra Semi), Wapemred Infobank, Eko B Supriyanto (Pawagal), wartawan senior RCTI, Ida Parwati, dan Prasetyo (Bhiksuni dan Ra Pangsa), fotografer Kompas, Arbain (Jaran Legong), dan redaktur senior Republika Anif Punto Utomo (Ra Wedeng).

Ini memang ketoprak yang lain dari yang lain. Dengan label `Ketoprak Guyonan Campur Tokoh', maka pemain utamanya adalah tokoh masyarakat dan eksekutif papan atas. Dalam pementasan sebelumnya yang tampil adalah tokoh dari kalangan perbankan, perminyakan, birokrat, dan lainnya.

''Ketoprak episode Satya Dharma Gajahmada ini merupakan seri ke-9 dari 89 episode yang telah kami siapkan,'' kata Luluk Sumiarso, pemeran Jayanegara. Luluk bukan saja pemain, tetapi dia jugalah pencetus ide sekaligus pelaksana dari 'Ketoprak Guyonan Campur Tokoh' ini lewat lembaganya, Sanggar Puspo Budoyo.

Hampir seluruh tokoh yang manggung ini tidak memiliki pengalaman bermain ketoprak. Tapi, mereka begitu antusias dan serius dalam menyimak adegan demi adegan. Setiap latihan, kertas fotokopi yang berupa skrip naskah terus dipegang, dibaca, dihapalkan.

Sekali-kali kertas itu `dicampakkan', mereka coba mengandalkan improvisasi dan spontanitas, dan kadang justru di situlah adegan demi adegan menjadi lebih hidup. ''Semua boleh improvisasi, kita tidak membatasi,'' kata Aries Mukadi, sang sutradara. Hanya saja pesan Aries, jangan lari dari pakem ketoprakan.

''Saya jadi apa ini? Jadi orang bijaksana ya, wah hebat dong,'' kata Jimly saat disodori peran yang akan dimainkan. Jimly meski latihan cuma datang latihan satu kali, tapi berjanji akan latihan sendiri menghafalkan skrip. ''Ini tantangan baru buat saya.''

Rupanya bermain ketoprak memberikan pengalaman yang tak terlupakan. Tak heran kalau kemudian beberapa tokoh merasa kecanduan. Mantan Direktur BNI, Remy Syahdeini, misalnya, sudah beberapa kali ikut. ''Saya sebetulnya pengen sekali ikut lagi di episode ini, sayang saya pas umrah,'' katanya.

Begitu pula Parni Hadi. Episode ini adalah kelima kali dia ikut. ''Saya menikmati setiap adegan di ketoprak ini,'' katanya. Karena itu ketika diminta main, dengan senang hati dia bergabung. ''Ketoprak juga budaya kita, lewat bermain seperti ini, kita semakin mencintai budaya sendiri,'' kata mantan pemimpin LKBN Antara ini.

Barangkali kecanduan bermain lagi sebagaimana Remy, Parni, dan lain-lainnya patut ditularkan. Semakin banyak yang kecanduan, ketoprak akan pentas terus. Dengan begitu budaya tradisional ini tidak akan mati.

Dimuat di Republika edisi 24 Mei 2007

No comments:

Post a Comment