Monday, December 1, 2008

Atasi Kelangkaan Pupuk

Petani sedang resah. Bukan karena ekonomi dunia sedang gelisah, tetapi lebih karena ketiadaan pupuk bersubsidi di pasar. Bahkan, di Koperasi Unit Desa (KUD) yang selama ini jadi andalan untuk penyaluran pupuk sudah tidak ada stok.

Kelangkaan pupuk yang hampir merata ini sudah dirasakan petani sejak September silam. Bahkan, di beberapa daerah sudah dirasakan mulai Maret. Akibatnya banyak petani yang kelimpungan karena mereka sulit mencari pupuk. Kalaupun ada harganya sangat tinggi. Pupuk Pusri yang semula Rp 65 ribu per sak, misalnya, kini di pasar menjadi Rp 110 ribu.

Karena butuh pupuk, petani pun tetap membeli, hanya jumlahnya terbatas, sehingga akhirnya pemupukan menjadi tidak maksimal. Tanaman tidak memperoleh jatah pupuk sebagaimana mestinya. Konsekuensinya, produktivitas tanaman akan turun. Petani pun memperoleh pendapatan yang sangat minimal.

Harga pupuk untuk petani memang disubsidi pemerintah. Pada 2008 ini alokasi subsidi pupuk dianggarkan Rp 15,18 triliun, tapi sampai November ini baru 75 persen atau sekitar Rp 11,53 triliun yang dicairkan. Dengan posisi tersebut semestinya masih banyak dana yang dialokasikan untuk pupuk bersubsidi.

Masalahnya kenapa pupuk menjadi langka? Padahal, produksi dari pabrik secara hitung-hitungan sudah mencukupi. Pasti ada penyelewengan. Menurut Wakapolri, Makbul Padmanegara, ada tujuh modus penyelewengan yang membuat pupuk langka, yakni penimbunan stok, penggantian kemasan pupuk bersubsidi, penyebaran isu kelangkaan pupuk, perdagangan antarpulau, penyelundupan, pemalsuan kuota, dan pergeseran stok dari daerah yang harganya murah ke daerah yang harganya lebih tinggi.

Penyelewengan seperti itu tentu tidak bisa dibiarkan. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap para penyeleweng, apalagi ini terkait dengan ketahanan pangan. Kita tahu pada 2008 ini produksi beras sekitar 36,75 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional 32,62 juta ton, sehingga ada surplus 4,13 juta ton. Sebuah pencapaian yang layak diapresiasi.

Tapi, jika masalah kelangkaan pupuk ini tidak segera diselesaikan, target pencapaian berikutnya bisa meleset. Sangat disayangkan kalau menurunnya kuantitas hasil pertanian hanya disebabkan oleh ulah sebagian kecil orang-orang rakus yang mempermainkan harga pupuk. Tentu untuk segera menumpas para pemain yang menggunakan tujuh modus tersebut tidak bisa dalam waktu yang singkat. Para pelaku itu pasti memiliki jaringan yang kuat, bahkan mereka juga memiliki backing kuat di aparat. Sehingga, perlu diambli langkah yang cepat untuk segera mengatasi kelangkaan ini.

Salah satu langkah yang harus segara dilakukan adalah melakukan operasi pasar pupuk bersubsidi, terutama di sentra pertanian di Jawa. Operasi pasar ini dilakukan dengan langsung menjual ke petani. Jalur distribusi yang selama ini dituding terlalu rumit, sehingga rawan diselewengkan, dipotong.

Rumitnya masalah distribusi pupuk ini pula yang membuat pemerintah berpikiran untuk mengubah pola subsidi. Jika sekarang ini subsidi diberikan ke pabrik pupuk, maka yang sedang dipertimbangkan adalah memberikan subsidi langsung ke petani sebagaimana bantuan tunai langsung (BLT) ataupun bantuan operasional sekolah (BOS).

Tapi, apa pun metode subsidi yang dipilih, yang penting kelangkaan pupuk bisa diatasi tanpa ada penyelewengan. Apalagi subsidi ini untuk petani dan sampai sekarang pertanian masih menjadi mata pencarian sebagian besar rakyat Indonesia. Petani adalah pahlawan ketahanan pangan. Jangan sampai para pahlawan ini diabaikan.

Dimuat di tajuk Republika edisi 28 Nopember 2008

No comments:

Post a Comment