Monday, December 8, 2008

Nguri-uri Sekaligus Mengangkat Kelas Ketoprak

Ketoprak. Perjalanan kesenian tradisional ini sangat dinamis. Ketika dunia hiburan belum segempita sekarang, ketoprak menjadi hiburan utama masyarakat. Kini ketoprak telah terpinggirkan. Pernah `berjaya' kembali saat ada Ketoprak Humor, sayang, tiga tahun kemudian redup, tak ada kegiatan.

Kondisi tersebut membuat Luluk Sumiarso, penggiat kesenian tradisional sekaligus pendiri Sanggar Budaya Puspo Budoyo, gundah. ''Kalau dibiarkan begini, ketoprak lama-lama akan mati,'' pikir Luluk yang saat ini menjabat sebagai dirjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kebetulan, saat itu dua tahun lalu, sutradara Ketoprak Humor, Aries Mukadi, menemuinya. Dia menyampaikan kegelisahan sekitar 100-an seniman ketoprak (pemain, penabuh gamelan, penari, perias, dan lainnya), yang sudah beberapa lama tak pentas. Tidak ada pentas, berarti tidak ada pemasukan. Tidak ada pemasukan berarti dapur tak mengepul.

Seketika itu muncul ide mementaskan ketoprak dalam formasi lain. Luluk kemudian menghubungi teman-teman sekampungnya, Gnaro Ngalam (bahasa prokem Malang yang jika dibalik menjadi orang malang), untuk mementaskan Ketoprak Banyolan. Dan, ternyata sukses.

Dari situ idenya kemudian berkembang, yakni mengundang tokoh untuk main. Maka pada 20 Mei 2004 dilakukanlah kolaborasi ketoprak antara para tokoh dengan pemain asli lewat nama `Ketoprak Guyonan Campur Tokoh'. Tokoh yang ikut di gelaran pertama antara lain Agum Gumelar dan Parni Hadi.

Tak disangka bahwa pertunjukan itu sukses. Penonton penuh sesak. ''Ya kolega-kolega para tokoh itu kan banyak, jadi ketika beliau main, mereka pada nonton,'' kata Luluk. Pada episode berikutnya tampil di antaranya Basofi Sudirman, Marzuki Usman, dan Widigdo Sukarman.

Luluk bersama Aries sudah menyiapkan 89 episode, ceritanya dimulai dari zaman Mataram Kuno sampai Indonesia Merdeka. Kelak, semua itu akan terangkum dalam serangkaian cerita Babad Nusantara.

Ketoprak tokoh ini secara tidak langsung telah mengangkat citra kesenian tradisional ini. Setidaknya penonton ketoprak bukan melulu kalangan bawah, tetapi juga kelas menengah atas. ''Kita di sini nguri-uri (melestarikan) budaya sekaligus mengangkat kelas ketoprak,'' kata Luluk.

Dimuat di Republika edisi 24 Mei 2007

No comments:

Post a Comment