Wednesday, August 20, 2008

Hantu Suap

Anda akrab dengan internet? Sekali waktu cobalah buka mesin pencari www.google.com. Tulis di kolom pencarian kata 'suap' dan pilih 'cari di halaman Indonesia', kemudian diklik.

Seketika akan muncul 15.700 lokasi web mengenai suap. Jika satu halaman menyajikan 10 alamat web, kita perlu mengklik 1.530 kali. Dan jika diperlukan waktu empat detik untuk buka satu halaman, berarti butuh dua jam untuk membuka semua lokasi yang tampil.

Di situ ada tulisan mengenai tudingan suap pada polisi, praktek suap di DPR dan DPRD, suap pada wartawan, suap kepada para pejabat negara, suap pada pimpinan partai terbesar, suap untuk hakim dan jaksa, suap pada pemain bola, sampai pada suap beneran, yakni tatacara menyuap bayi.

Banyaknya website yang menampilkan kata suap, berarti suap sudah menjadi pembicaraan sehari-hari dan menjadi bagian dari kehidupan kita. Kenyataannya memang di setiap kita berurusan dengan birokrat, maka suap berlaku. Tak ada suap urusan jadi tak karuan.

Saat Anda mengurus surat ijin mengemudi (SIM) misalnya, kalau mau jujur-jujuran Anda hanya diping-pong kanan kiri, dan jangan berharap sehari kelar. Tapi dengan suap kiri-kanan, Anda cuma diminta foto dan tanda tangan, tunggu di kantin, dua jam kemudian SIM sudah ditangan.

Hal serupa terjadi di semua instansi. Mau mengurus ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin mendirikan perusahaan, membikin paspor, ijin investasi, ikut peserta tender, dll, baru beres jika disediakan uang suap. Bahkan yang aneh, membayar pajak pun terkadang harus menyuap para petugas.

Suap sudah membudaya dalam setiap aspek kehidupan, dan celakanya cenderung semakin akut. Suap menjadi sangat biasa. Suap sudah tidak lagi dianggap perbuatan kriminal. Sebagian besar orang sudah menganggapnya sebagai bagian dari rejeki yang diberikan oleh yang di Atas.

Dari sisi ekonomi-bisnis, budaya suap telah merontokkan daya saing perekonomian dan iklim usaha di Indonesia. Para pengusaha yang semestinya dilayani dengan baik agar betah berinvestasi di sini, malah menjadi pihak yang harus diperas dengan berbagai alasan.

Tak pelak, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun kemudian menyatakan perang terhadap suap. Perang itu tersebut diwujudkan dalam Kampanye Nasional Anti Suap (KNAS) 2003-2004 dan Gerakan Nasional Anti Suap (GNAS) 2005-2015.

Dalam pidato di depan peserta ASEAN Business and Invesment Summit di Bali, PM Malaysia Mahathir Mohammad mengatakan bahwa pemerintah jangan menjadi hantu yang menakutkan bagi dunia usaha. Karena jika hantu yang diperankan, maka pembangunan ekonomi suatu negara akan terhambat.

Suap, dalam terminologi Mahathir tersebut bisa dimasukkan dalam kategori hantu. Dengan begitu, Kadin bersama komunitas bisnis yang lain, sedang berperang melawan hantu. Akankah Kadin akan menang dalam peperangan yang maha berat tersebut?

Hantu acap kali disamakan dengan setan. Karena itu, senjata melawan hantu adalah kebersihan hati. Masalahnya, apakah anggota Kadin dan komunitas bisnis lain juga sudah benar-benar bersih untuk bisa melawan hantu?

Lagi pula, masalah suap menyuap, selalu melibatkan dua pihak, yakni pihak yang menyuap dan disuap. Nah, bagaimana kalau pihak yang menyuap sudah sadar, tapi yang ingin disuap masih saja menjadi hantu? Dipastikan tidak akan jalan.

Di jagad persuapan ini, yang lebih menjadi kunci sebetulnya adalah penerima alias para birokrat itu. Jika mereka mengikrarkan diri tidak mau terima, maka tak ada lagi suap menyuap. Tapi kalau mereka masih dan bahkan minta disuap, maka keinginan menghapus suap tinggal cita-cita.

Sanksi moral tidak lagi cukup untuk menghukum para penerima suap. Moral mereka sudah terdegradasi ke titik paling nadir, sehingga tak ada lagi rasa malu. Kisah-kisah tragis kehidupan para koruptor di masa senja tak juga mengusik mereka yang baru asyik menerima suap.

Suap semestinya hanya diberikan kepada bayi atau anak kecil. Kalau para penyelenggara negara masih saja ingin disuap, apa bedanya dengan anak kecil. Pantas saja negara kita kemudian tidak bisa maju-maju.@

Resonansi 08 Oktober 2003

* Tulisan ini terisprirasi oleh KADIN yang menyatakan perang terhadap suap

2 comments:

  1. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Sungguh ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya
    membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil terus berlindung dibawah 'dokumen dan rahasia
    negara'. Tak terbantah statemnen KAI yang menyatakan bahwa negara ini berdiri diatas pondasi suap. Sayangnya sebagian hakim negara ini sudah sangat jauh terpuruk sesat dalam kebejatan

    moral. Quo vadis Hukum Indonesia?

    David
    (0274)9345675

    ReplyDelete
  2. saya suka membaca blog anda. terima kasih telah berbagi pemikirannnya.

    ReplyDelete